[Komentar Apik] 99+ Wonderful Mind, Semua Berawal dari Pikiran

Baca bukunya, temukan keajaiban pikiran Anda!


Judul       :  99+ Wonderful Mind (Motivational Quotes & Coloring Hypnotherapy)

Penulis    :  Dewi Hughes

Penerbit   :  Grasindo

Tahun      :  2017

Halaman  :  132



Pertama kali yang teringat jika mendengar nama Hughes adalah acara ketemu idola di SCTV: Mimpi Kali Yee! Acara ini sangat aku tunggu karena seperti memupuk harapan bertemu dengan seseorang yang menginspirasi sekaligus idola. 

Hah, kalau menulis begini jadi ingat masa itu. Masa dimana TV adalah salah satu hiburan selain komik. Acara TV saat itu sungguh terbatas dan kualitasnya sangat diperhatikan. 

Selain suka dengan acaranya, kisah hidup kak Hughes sungguh menarik. Aku seolah terhubung dengannya. Perjuangan menemukan pegangan hidup, lepas dari kekerasan dalam rumah tangga, dan terakhir yang paling aku sukai adalah semangatnya dalam menuntut ilmu lalu mempraktikannya.


Oke balik ke buku. Buku ini best seller. Kenapa? Coba kita baca dulu blurb atau uraian singkat buku ini!
99+ Wonderful Mind menguak rahasia kekuatan pikiran, membantu Anda memahami bagaimana pikiran menentukan arah hidup, mencapai kebahagiaan, dan meraih keberuntungan.

Seperti multivitamin yang memelihara pikiran tetap jernih dan sehat, membacanya setiap hari memberi energi baru pada setiap tarikan napas, menghapus kepenatan, dan kesesakan dada.

99+ Wonderful Mind dilengkapi dengan hipnoterapi lewat gambar dan warna yang mampu menanamkan sugesti positif. Buku ini akan menjadi sahabat dan media terapi dalam menyelami keindahan hidup, pengelolaan pikiran, dan perilaku yang diekspresikan lewat goresan warna.

Mulailah membuka perlahan lembar demi lembar, selami setiap gambar penuh warna yang membawa energi positif.

Warnailah setiap lembar hitam putih dengan warna favorit Anda dan rasakan sensasi kebahagiaan saat Anda selalu mampu menjadi tuan atas pikiran Anda sendiri.

Menjadi pemilik pikiran yang merdeka dan terbuka.

Enjoy the Wonderful Mind! 



Aku butuh lima belas menit untuk menyelesaikan buku ini. Mataku langsung berbinar-binar.

Terima kasih kak Hughes, aku merasa menemukan diriku bersinar di dalam kegelapan rimba kenangan sedih yang selama ini aku arungi.

"Orang yang paling bahagia adalah orang yang selalu mengajak dirinya untuk mengatakan; it's okay." (halaman #10)
Bersama dengan segala kenangan buruk yang telah terjadi, aku menarik napas lalu menghembuskan perlahan. It's okay. It's over. Berakhir dan aku jadi lebih kuat. 

Mungkin itu bisa jadi alasan kenapa buku ini laris manis. Kutipan yang ada di dalamnya begitu mudah diaplikasikan. 

Buat teman-teman pembaca blog emak sensi yang belum siap menemui konselor atau terapis tetapi ingin berdamai dengan sakit kepala tiba-tiba atau nyeri di leher, aku merekomendasi buku ini sebagai pertolongan pertama. Kalian bisa menenangkan diri dulu dengan mengambil napas lalu hembuskan perlahan. Setelah tenang bisa baca buku ini. Semoga dapat mengurangi sakit yang mengimpit. 

"Orang yang munafik melakukan apa yang menjadi khayalan orang lain bukan keinginannya sendiri." (halaman #11)
 Aku mengulang kembali bagian ini esok hari. Bertanya pada diriku, "Hai, apakah aku termasuk orang munafik?".

Beberapa hari setelah tiga kali membaca buku ini, aku menguatkan diri untuk menyelami kembali masa kelamku. Aku memegang erat buku ini seperti masker pelindung.

Sakit. Penelantaran. Asumsi. Kemarahan. Melihat dunia sebagai tempat tinggal yang mengerikan dan dipenuhi luka. Aku jadi orang yang rela melakukan apa saja demi terlihat baik di hadapan orang lain. Gila akan pengakuan. Ini lho aku. Sempurna.
"Orang paling menderita adalah orang yang selalu sibuk mencari kesalahan dan kekurangan dirinya sendiri." (halaman #59)
Ya aku melakukan semua hal untuk menyenangkan orang lain karena aku pikir itulah caraku diterima. Akhirnya aku menjadi gila, banyak berbohong, dan membuat identitas yang bukan diriku. 

Buku ini menjawab semua pertanyaan yang selama ini aku cari jawabannya. Aku adalah aku. Bukan label yang orang lain sematkan. Mulai saat ini aku akan lakukan apa yang membuat diriku bahagia. Bukan memenuhi semua tuntutan orang lain.

Lalu masuk ke bagian calon pacar yang saat ini jadi suami ternyata jadi pembuka jalan. Dia orang yang sangat suka membaca, mengenalkan aku pada bacaan selain komik. Dia tanpa disadari memberikan jalan bagiku mengenali diriku sendiri. Tanpa paksaan.

"Ah, nanti juga berubah sendiri. Tak perlu mendesak, hanya butuh sabar menunggu."

Dia ingin aku bahagia. Jarang menuntut ini itu. Saran saja lalu mencoba membuka diskusi. Doa demi doa dia panjatkan. Doa inilah yang pada akhirnya membuat Tuhan membuka jalan lalu pintu bahagia untukku. 



Harapan paling tulus dari calon pacar yang menyadarkan aku.

Jarang kok memang orang yang dengan tulus membuat pasangannya bahagia. Maunya kalau sudah cinta ya sudah harus tahu diri. Tahu diri aja, kalau suami suka makanan rumah ya masak. Padahal suami tahu pasti kalau istrinya takutnya setengah mati sama kepala ayam potong. Bagaimana mau masak kalau lihat aja sudah mau pingsan? Ya lebih mudah menuntut orang lain ketimbang membuka diri dan jujur dengan apa yang ada dalam diri bukan?

TERUS MAUNYA APA? Usaha dong! Bertumbuh bersama. Tidak perlu gengsi atau sok jaga image. Pernikahan kan bukan belanga ajaib yang bisa mengubah orang jadi seperti yang kamu inginkan.

Buku ini bisa jadi kado istimewa buat suami atau istri yang sedang berjuang untuk beranjak dari masa lalunya lalu berproses menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak ada salahnya berinisiatif, memulai komunikasi positif, dan belajar berdua. Saling menyemangati. Bukan memaksa apalagi menuntut.



Bisakah kita bersyukur ketika kita melihat kekasih kita terlelap sambil mengucapkan, "May you always be happy and well." Dan berhenti berburuk sangka tentang apa yang dia kerjakan di belakang kita. (halaman #47)
Buku ini juga cocok bagi teman-teman yang sedang akan memulai kembali satu hubungan setelah disakiti. Waktu kita terlalu berharga untuk menyerah pada rasa perih. Jadi daripada mengunci diri lebih baik bersiap ke toko buku dan warnai kembali hidup indah kita dengan pengalaman-pengalaman yang membuat dada berdebar bahagia.

Selamat membaca dan berpetualang dengan pikiran luar biasa kita!

Mulailah Memahami Kebetulan, 3 Cara Memulai Komunikasi dengan Suami

Bagiku yang masih belum berdamai dengan KDRT, pernikahan adalah keajaiban. Ajaib karena aku yang begitu enggan dan memiliki niat menunda pernikahan selama yang aku mampu, ternyata menikah di umur 24 tahun.

"Kok bisa?"
"Tiba-tiba aku dengan ikhlas melepaskan. Entah kenapa aku sok pede. Sejauh apapun calon pacarku itu pergi, dia akan kembali padaku."

Asyeekkk...

Iya, dia kembali. Melalui segala drama, meyakini kalau kami berjodoh, dan memantapkan hati untuk menikah. Pernikahan dengan minim pengetahuan dan juga luka-luka masa lalu yang ada padaku.

Juli 2011 hingga kini Februari 2018, menuju tahun ketujuh. Bagaimana perjalanan komunikasi kami?

"Ah udah nikah inih, ngapain ngomong. Paling suami udah tahu apa yang aku mau."
"Ngapain ngobrol? Kan sudah bersama hampir tujuh tahun. Masa iya gak paham juga?"

Eeetdah! Situ nikah sama Edward Cullen? *ketahuan banget ya bo umurnya😀

Semenjak menikah dan punya dua anak dengan jarak dekat. Entah kenapa, meluangkan waktu ngobrol berdua jauh lebih sulit dibanding waktu pacaran dulu. Ya iyalah, prioritas bergeser. Dari hanya kami berdua, sekarang ditambah dua anak plus pekerjaan atau deadline. 

Ngeles sih ini sebenarnya. Aku itu tipe wanita pada umumnya yang suka kode-kodean, berharap suami tahu, dan bermimpi dia jadi seperti Edward Cullen yang bisa baca pikiran. 😉😜

Hasilnya? Aku sering pusing, sakit punggung, dan jadi sering ngambek gak jelas.

Hingga suatu malam *pasang suara latar ala film romantis, aku diminta (lagi ikutan kuliah di Institut Ibu Profesional) menulis surat cinta dan diberikan pada suami. 

W.O.W. 

Aku memutar kembali kenangan saat dia berjanji membimbingku menuju kehidupan yang lebih baik. Aku mengingat betapa pria inilah yang membuatku yakin, kalau ini adalah pelabuhan terakhirku. Pria yang berhasil membuatku merasa nyaman akan diriku sendiri yang masih belum berdamai dengan masa lalu.

Surat cinta yang membuka mata

"Menikah tanpa didasari ilmu relasi dan hanya didasari oleh nafsu dan mengikuti tren saja itu mengerikan." (Geary Maverick)


Penyesuaian demi penyesuaian kembali ditargetkan. Kami memulai dari awal lagi untuk membangun komunikasi positif di mana berbicara dengan lembut dan kepala dingin menjadi prioritas. Bukan siapa yang menang atau kalah. 

Aku mulai membedah kenangan-kenangan yang bisa aku gunakan sebagai acuan perbaikan. Bapak dan Ibuku bukanlah sosok sempurna untuk dijadikan panutan dalam membina hubungan tetapi setidaknya banyak pelajaran-pelajaran yang bisa aku gunakan sebagai tambahan kekuatan. 

Susah memang bertanya lebih dahulu. Lebih mudah langsung ngambek atau marah. Padahal apa sih yang mau disembunyikan dari suami? Lha pembalut aja kadang suami beli. 

Aku lantas menyadari bahwa untuk terus mempertahankan biduk rumah tangga ini, aku harus mengubah kebiasaan burukku. Berhenti bersikap seolah bisa telepati padahal hanya menghasilkan asumsi-asumsi. Tentu saja asumsi bukanlah komunikasi yang asli. 

Tidak menyempatkan diri untuk berkomunikasi adalah sinyal bahaya yang harus segera ditindaklanjuti. 

"Besok ulang tahun suami kasih kado apa ya?"
"Ya masak aja makanan kesukaan dia."
"Ih jaim dong. Kan malu kalau jadi ketahuan gak bisa masak."

Terus hubungan macam apa yang ingin dicapai berdua? Artis sama penggemar? Atau foto model sama wartawan gosip?

Tentu saja ingin memiliki hubungan yang harmonis dan romantis.

Kejadian tak terduga datang saat niat sudah dibulatkan. Aku berniat memperbaiki komunikasi dengan suami. Komunikasi merupakan modal mengarungi rumah tangga, sangat mahal hingga tak terbeli. Suami istri harus memiliki tekad kuat dari dalam diri. Tulus dan ikhlas.

Maaf ya suamiku, baru bisa mengulas sekarang. Ya berpegang pada ungkapan: lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Kebetulan-kebetulan pun terjadi. Kadang bikin kesal kadang malah ngakak. Aku menyebutnya kebetulan. Kebetulan yang membuka percakapan lalu komunikasi dan menghasilkan pemahaman.
"Kebetulan adalah cara Tuhan yang tetap anonim." (Albert Einstein)
Terus bagaimana caranya memulai komunikasi yang baik dan benar agar pernikahan bisa memberikan kenyamanan, kebahagiaan, dan menggenapkan agama satu sama lain.

1. Mulailah menertawakan kekonyolan bersama

Kebetulan-kebetulan yang terjadi di dapur, menggiring kami pada komunikasi-komunikasi yang jarang terjadi jika kami sedang bergantian mendampingi anak-anak.

Kebetulan kami sama-sama suka meletakkan wajan yang masih berisi minyak di atas tabung gas

Ketika kami masak bersama lalu salah satu dari kami menumpahkan minyak yang ada di wajan tersebut maka momen itulah yang kami gunakan untuk memulai komunikasi.

"Aku tadi mbatin, kayaknya miring paling bentar lagi jatuh," ungkap si istri mengawali.

Kami saling pandang dan akhirnya tertawa bersama. Oh indahnya...



Hal-hal remeh untuk ditertawakan bersama sangat penting demi terjaganya kestabilan emosi. Buat siapa? Kami berdua utamanya, anak-anak selanjutnya.

"Ngapain sih difoto segala? Keburu kepleset lah."
"Lumayan bisa buat satu postingan di blog."

Senyum-senyum berdua lagi. Bisa saja kebetulan semacam itu menjadi amukan. Namun seiring bertambah dewasanya sebuah hubungan, tiada yang lebih menyenangkan dari menertawakan kebetulan.

2. Mulailah untuk terbuka

"Ibu cantik ya mas kalau lagi senyum."

Pada dasarnya suami bukanlah seseorang yang pelit akan pujian tetapi kebetulan aku terkadang berubah menjadi istri yang susah untuk dibuat bahagia. Semua maunya sempurna.

"Halah bilang aja minta jatah sarapan!"

Kok sewot? Kan memang sudah kebiasaan sarapan. Ada apa?

Hari ini terbawa perasaan sebel tidak bisa jalan-jalan di akhir pekan kemarin, menyiapkan sarapan sambil ngambek. Kemarahan menyebabkan konsentrasi berkurang, dua gelas menjadi korban. Pecah berkeping-keping karena tidak berhati-hati.

Ya sudahlah, gelas suvenir kok. 

Seharusnya bagaimana? Jawab saja jujur apa adanya ketika suami bertanya. Bukankah aku adalah istrinya yang sudah dewasa, bisa berbicara dengan logika bukan emosi semata.

Terbuka. Terbuka. Terbuka. 

Mungkinkah istri lupa bila suami akan menemani di saat paling buruk sekalipun? Ataukah tidak yakin jika suami sanggup menerima bagian terkelam si istri?

Sudah tidak ada lagi yang perlu ditakutkan. Justru keterbukaan membuat komunikasi lancar dan munculnya solusi atau jalan tengah bagi dua keinginan meski bertolak belakang. 

Ngambek terus kebetulan pecahin gelas. Eh suami tanggap terus nanya, ya jawab aja. Perlu dicamkan baik-baik, suami bukan cenayang. Bagaimana suami bisa tahu kalau gak ngomong?

"Kenapa Mah, kok gelasnya pecah?"
"Mamah sebel sama Papah. Udah diingetin kalau ada janji piknik, ini malah ambil lemburan."
"Iya, Papah itu lupa bilang Mamah kalau uang lemburan udah keluar dan kita bisa liburan tanpa macet karena cutinya dapat hari biasa. Gak perlu ngambek lagi ya. Packing aja yuk!"

Yeiiiy... See the magic of communication!


3. Mulailah berkompromi

Kebetulan aku sama suami kalau masak atau bikin minuman terburu-buru pastilah ada saja salahnya.

masakan kesekian yang berakhir dalam kekacauan

Ada tamu, suami inisiatif bikin kopi dan istri goreng pempek. Tanpa bertanya suami memasukkan kaldu jamur yang dikira gula. 

"Sayang, ini sih apa? Kok aku cicipin rasanya aneh," tanya suami sambil melihat toples dengan sendok takar warna merah.
"Ya kamu masukin kaldu jamur," jawab istri sedatar mungkin menghindari pertikaian.

Di lain waktu giliran istri yang lupa menambahkan garam pada masakannya sehingga hambar mewarnai makan malam.

Kompromi. Tidak ada pasangan yang sempurna. Adanya pasangan yang saling melengkapi. Saling mengurangi tuntutan. Berusaha saling mengisi.

****

"Komunikasi ialah sebuah tahapan yang mana dua individu maupun lebih membuat dan melaksanakan pergantian informasi satu dengan yang lain, yang pada pokoknya akan muncul saling pengertian yang bersifat mendalam." (Rogers & D. Lawrence Kincaid)

Kebetulan-kebetulan yang terjadi mungkin jadi semacam penghancur keakuan antara suami dengan istri. Tidak ada yang kalah atau menang dalam komunikasi karena komunikasi kompromi bukan kompetisi.

Selamat mengarungi bab baru. Ingat kepekaan dan empati butuh usaha keras dan proses komunikasi. Semoga Tuhan buka hati dan pikiran suami dan istri untuk terus saling mengasihi dan menyayangi. Demi pernikahan yang menentramkan dan membahagiakan.


(1,102)

Emak Beracun, 5 Tanda Emak Belum Berdamai dengan Inner Child yang Negatif

Kenapa perlu tahu masa kecil ibu? Toh yang penting sekarang dia sehat dan sayang kepada anak-anaknya. Tidak mungkin lah ibu termasuk orangtua beracun, semua tampak baik-baik saja.

Lalu kasus-kasus pembunuhan anak-anak oleh ibunya sendiri marak diberitakan. Caption-caption atau narasi-narasi sangat menyayat hati. Kok bisa? Alih-alih mencari tahu alasan dibalik tindakan, kita terkadang lebih mudah menghakimi

"Warga ikut emosi dan pukuli ibu yang bunuh anak kandungnya."
"Ibu bunuh anak sendiri karena tak dinafkahi."
"Hanya karena menghilangkan mainan, ibu tega bunuh anaknya sendiri."

Apa yang bisa dilihat? Seorang monster, penjahat, atau seseorang yang sebenarnya sangat butuh bantuan. Perhatikan dengan teliti dan tambahkan sedikit empati. Mungkin saja orang itu adalah diri kita sendiri.

Sebelum jadi seorang ibu, emak adalah seorang anak. Tidak tiba-tiba makpedundug jadi emak anak dua. Masa anak-anak inilah yang perlu digali agar bisa menyelamatkan diri sendiri dan selanjutnya mampu mendidik anak dengan baik dan benar.

Masa kecil seseorang atau inner child tentu saja mempengaruhi masa dewasanya seperti hubungan sebab akibat. Kenangan-kenangan baik dan buruk terekam lalu digunakan untuk mengambil keputusan. 

Ibu dengan masa kecil yang bahagia tentu saja memiliki cara didik yang berbeda dengan emak yang masa kecilnya dihantui trauma. Sosok anak kecil ini ada di setiap orang dewasa entah membawa perilaku baik atau buruk. 

Lantas bagaimana cara mengetahui ciri-ciri emak beracun yang belum bisa berdamai dengan inner child yang bermasalah. Ini dia lima tandanya.

1. Gampang marah untuk kesalahan yang sepele

"Ibu, Gian lapar."

Begitu emak menyiapkan makanan, si anak yang sudah tidak bisa menahan keinginan perutnya untuk segera diisi, mencuil pinggiran pie buah. Pie buah yang sudah emak tata dan siap potret. Saat hendak mengambil garam, emak melihat lalu langsung meledak. Nyanyian nada tinggi pun berkumandang di dapur disertai sabetan lap.

"Lihat gak sih ibunya lagi apa. Disuruh sabar aja gak bisa."

Napas tak beraturan, kepala langsung pening, dada sesak. Teringat bagaimana sabetan ikat pinggang saat ketahuan mandi di sungai bareng teman-teman.

"Disekolahin gak jadi pinter malah tambah goblok aja. Sini bapak tambahin kalau gak mau diem."

Ya si ibu kembali mengingat sabetan demi sabetan, sesaknya dada menahan tangis demi berhentinya siksaan, dan terus bertanya dalam hati apa yang salah dengan mandi di sungai. Semua temannya melakukan kenapa hanya dia yang berhak dapat sabetan?

Kini emak luapkan kemarahan itu pada anaknya. Salah siapa?



2. Tidak punya waktu bermain bersama anak-anak

Kesannya kok gak mungkin ya. Dalam 24 jam masa iya emak tidak punya waktu sekedar bermain bareng anaknya. 


Ini adalah lanjutan dari nomor satu. Emak tidak memiliki kenangan bahagia yang cukup kuat ketika bermain dengan orangtuanya. Ketika bermain bersama pasti ada saja yang salah dan berakhir dengan hukuman. Itulah kenapa daripada bermain dengan anak yang ujungnya membuat dada sesak atau punggung seperti terhimpit tembok maka lebih suka menghindar.

3. Sering melarang anak

Melarang tanpa alasan yang jelas dan mengada-ada. Hanya karena tidak ingin terlalu terlibat dalam kegiatan anak.

"Aku hanya kuat dua jam. Lebih dari itu, mereka seperti lebah berdengung dan tak berhenti bekerja. Ya pekerjaan mereka adalah membuat seluruh rumah penuh dengan mainan. Aku tidak suka melihat rumah berantakan. Rasanya seperti akan dapat omelan sepanjang hari dari ibuku."
"Gak usah main di kolam ya, ikan punya kuman yang bisa bikin kamu masuk rumah sakit dan diinfus."

Emak mendidik anak sesuai dengan pengalaman yang dia terima di masa lalu. Masa di mana emak jadi peniru ulung dari ayah atau ibunya. 

Ketika emak melarang, pasti ada satu potongan kisah yang masih disimpan. Entah itu larangan mandi di sungai, gak boleh main hujan-hujan, atau dilarang keluar walaupun hanya di teras rumah.



4. Sulit untuk memiliki jadwal yang konsisten

Terlalu perfeksionis. Perasaan terabaikan saat kecil membuat emak memaksakan diri untuk diakui. Emak ingin orang di sekitar memperhatikan. Pada akhirnya, standar yang digunakan adalah 'demi terlihat orang lain'. Emak akhirnya kebingungan karena tidak mungkin membuat semua orang senang. Pasti ada saja yang komentar tidak mengenakkan.

Begitu jadi ibu, semua semakin sulit karena emak ingin mengaplikasikan semua cara yang berhasil. BAGI ORANG LAIN. Bukan apa yang baik baik diri sendiri dan anak-anaknya. 

"Kok anakku kurus ya."
"Lho anakku gak suka makanan yang aku buat." 


Emak berjuang memenuhi standar orang lain dan berakhir dengan depresi yang tanpa sadar meracuni diri sendiri dan anak-anaknya.

5. Sukar berkomunikasi positif dengan anak 

Ketika anak tantrum karena ngotot mewujudkan apa yang diinginkan, emak malah ikutan marah karena anak sulit dikendalikan. Bukannya membiarkan anak tenang terlebih dahulu, emak langsung memukul berharap anak berhenti menangis. 

Tidak ada komunikasi dua arah. Emak dan anak-anak sama-sama mengambil jalan pintas agar keinginannya terwujud. Apakah ini akan berhasil? Tentu saja tidak. Emak menambah luka dengan menyakiti anak terus menimbulkan luka baru di jiwa suci anak-anak.

Pada dasarnya tidak ada emak yang ingin melukai anak-anaknya. Namun perih-perih yang dia bawa dari masa lalu membuat emak sulit mengambil sikap dan tindakan yang baik dan benar. Perlu  penerimaan dan bimbingan bagi emak untuk menjadi pribadi yang baik dan benar sebelum semuanya terlambat. Entah itu emak atau anak yang terlanjur jadi mayat.

Komunikasi positif jadi kunci untuk memutus rantai kekerasan dalam rumah tangga atau penelantaran terhadap anak. 

Semakin cepat emak menyadari atau disadarkan maka semakin cepat pula penanganan yang bisa diterima.

***

Menerima masa lalu, belajar untuk berdamai dengan inner child yang negatif, dan kembali menuntut ilmu demi memperbaiki kualitas diri. Tentu emak harus punya pendukung. Diri sendiri, keluarga, dan lingkungan. 

Kesadaran orang-orang terdekat juga perlu ditingkatkan agar tidak langsung menghakimi, ikut menghujat, atau malah main hakim sendiri. Apabila melihat tanda-tanda di atas maka kita perlu melaporkan kepada yang bisa membantu.

Saling bahu membahu menciptakan lingkungan yang ramah ibu anak, saling mengingatkan dalam kebaikan, dan tumbuh bersama. Percayalah kita tidak akan terlihat sempurna dengan membuat orang lain tampak buruk.

Ibu, Mainanku Nyemplung Got

 
Pengalaman bukanlah apa yang terjadi pada Anda tapi apa yang Anda lakukan pada kejadian yang menimpa Anda -Aldous Huxley
Kamis siang setelah terburu-buru menjemput GianGaraGembul dari les robotics, kabar buruk datang dari guru mamas. Emak sudah membatin kok tumben banget pak guru nyamperin keluar pas emak lagi parkir motor.

"Ibu mainan Gian tadi nyemplung. Gak bisa diambil karena gotnya sempit. Tuh udah aku bilangin. Ibu gak marah."

Begitu penjelasan pak guru sampe pada titiknya, tangis mamas Gian malah tumpah ruah. Emak mengusap kepala sambil meminta mamas diam. Setelah tenang, emak minta mamas naik ke motor dan segera pulang sebelum terlalu panas. Itu pun mamas menyempatkan melihat got seolah masih berharap emak punya solusi untuk mengambil mobilan yang nyemplung. Gotnya sempit, sela-selanya gak bisa dimasukkan tangan. 

"Katanya ibu gak marah tadi, kok sekarang marah."
Reaksi ketakutan mamas saat emak bertanya kenapa mobilnya bisa jatuh.

"Ibu gak marah mamas, cuma nanya kenapa mobilnya bisa jatuh?" 
"Ya kan aku lagi main seluncuran. Mainnya di dalem tapi pas keluar ibu belum ada. Belum jemput."

Baiklah. Catet! Emak telat jemput jadinya mamas main di luar. 

Mainan itu baru dibeli, itu pun sebenarnya punya dedek Geni. Pengeluaran tak terduga karena dedek tarik kemasan kertas yang tergantung di rak display. Emak sedang konsentrasi mengambil uang tunai di ATM. Begitu berbalik kemasan sudah sobek dan tidak mungkin untuk digantung lagi. Akhirnya sebagai pelajaran tanggung jawab, dibelilah itu mobilan.

"Ibu, mobilnya buat aku aja ya. Dedek kan udah beli kacang."

Oke karena tidak ada mobil yang lain sementara dedek dialihkan dengan kacang. *ketahuan hobi ngemilnya 😂

Setelah mengantar mamas, emak beli satu lagi beda model berharap nanti ganti-gantian mainnya. 

Ternyata eh ternyata mobilnya masuk got. Begitu sampai di rumah, lihat adek Geni pegang mobil, laksana luka belum sembuh ditabur garam. Wes pokokmen ora karuan rasane.

Menghadapi anak tantrum adalah yang terberat selama 4 tahun jadi emak.


Nangis sambil guling-guling minta dibeliin mobil lagi. Emak yang berusaha bertahan akhirnya keceplosan juga.

"Udah, nangis aja terus. Nanti ibunya marah dipukulin deh."
"Gak mau dipukul ibu, sakit."
"Kepala ibu juga sakit dengerin mamas nangis."

Penjelasan berulang tentang bagaimana harus hati-hati menjaga mainan lalu harus sabar nunggu jatah beli mainan lagi. Malah membuat mamas semakin tak terkendali. Dia gak mau nunggu, terlalu lama kalau kumpulin uang lagi.

"Ayo ibu, nanti tokonya tutup. Buka lagi. Tutup lagi. Aku mau beli sekarang mobilnya. Ibu... ibu denger gak telinganya."

Fix. I shut my mouth up. Try to let my anger go. Away. Far away. Timeout for me.

Mamas menguap beberapa kali. Sempat melanjutkan nangis. Menunggu respon emak. Tidak ada respon ternyata. Naik ke kasur dan tiduran di samping dedek yang anteng ngenyot. 

Udah mulai pegangan baju, pelan-pelan emak ajak negosiasi.

"Mamas, boleh ya ibu pake uangnya buat beli baju piknik mamas."
"Emang mau piknik kemana bu?"

Terima kasih Tuhan, dia sudah mulai suka pergi-pergi 😉

"Tempatnya masih diomongin dulu sama ibu-ibu. Ibu apik sama ibu-ibu teman-teman mamas semua."
"Oh jadi belum tahu mau kemana tapi beli baju dulu. Nanti kalau udah tahu kita baru pergi.Bajunya beda?"
"Iya bajunya harus samaan sama temen-temen mamas."
"Ya udah, tapi nanti kalau udah ada uang lagi mamas beli hotwheel lagi ya?"
"Siap. Makasih ya mamas mau sabar menunggu."
"Iya udah mamas bobok dulu. Ngantuk!" pungkasnya sambil menutup mata.

Alhamdulillah ya Allah. Tantrum mamas udah reda.

Emak belajar bahwa ketika anak tantrum, emaklah yang sebaiknya mendapatkan timeout agar tidak kebablasan. Perlu dicatat lagi di buku emak kalau kehilangan pastilah tidak mudah. Tentu saja mamas ingin segera mengganti mobil yang nyemplung itu tetapi jika kali ini mamas bisa menghadapi walaupun dengan drama, esok pasti akan lebih mudah. Benar yang pertama selalu jadi yang tersulit. Namun semua pasti sebanding.

"Emang dipikirnya emak gak ikutan nyesel. Marah juga lah. Mobil baru beli, belum ada sehari, udah gak bisa buat mainan lagi. Kalau emak ngikutin emosi pasti mamas ujungnya tambah sakit. Mobil ilang, dipukulin juga."

Kehilangan itu berat tetapi menerima dengan ikhlas dan mengambil pelajarannya jauh lebih sulit.

Hari ini kita sama-sama belajar ya mas. Mamas belajar melepaskan dan menerima kehilangan. Emak belajar bagaimana cara komunikasi dengan mamas. Komunikasi dua arah. Mamas senang, emak menang. Menang bisa meredam emosi dan meyakinkan diri untuk lebih baik lagi.