Seks bagi Ibu, Kewajiban atau Hiburan?

Tadi pagi, sungguh aku terpaku. Lipatan-lipatan itu kenapa begitu mengintimidasi? Aku aja geli, bagaimana dengan pasanganku?
Lipatan itu sungguh tak mengundang.

"Ibu, aku lapar!"
"Mak, dedek tumpahin air tuh."
Rasanya ingin menjambak rambutku sendiri, aku rindu suamiku. Sejenak menepi dari segala keriuhan ini.
"Lah tinggal pake lingerie aja kok. Jalan bak model di depannya.
Dengan lipatan itu? Serius?

Aku dengan segala masa lalu di belakang, berpikiran bahwa wanita itu melayani. Tidak untuk berinisiatif. Terima enak. Gak enak ya terima.

Meyakini mitos: jangan sampai ASI tumpah ke vagina atau penis.
Apakah vaginaku kecipratan ASI dan seolah ada label 'hiper' dijidatku?

Lalu aku bertemu kamu. Dengan segala keterbukaan. Kamu tidak pernah mempermalukan jika aku meminta duluan, jika aku berimajinasi aneh-aneh. Jika aku berinisiatif tentang 'our delicious scene'
"Kalian wanita, terlalu banyak pikiran. Selalu menghakimi duluan. Padahal bercinta itu dua orang. Akan indah kalau saling. Kami pria, jika diajak bicara pasti mendengarkan. Jadi bicara saja. Tak usah ambil keputusan sepihak."

Tubuhmu bukanlah ukuran apakah kau menarik untuk diajak bercinta.
Tidaklah salah untuk berinisiatif mengajak suami bercinta. Dia suamimu bukan orang asing yang kamu comot di pinggir jalan.
Dan saat bercinta, endorfin lalu dopamin membuat hari buruk berakhir.

Seks bagi ibu-ibu seharusnya bisa dijadikan sumber pemahaman untuk menghargai diri sendiri, komunikasi dengan pasangan, dan juga tambahan hiburan di warni-warni kehidupan pernikahannya.


Memahami diri sendiri itu bukan sekedar tahu makanan favorit, golongan darah, atau ukuran sepatu. Namun harus memahami kenapa suasana hatimu berubah cepat dan tahu bagaimana. Percaya diri dengan foto diri sendiri meskipun ada sudut kecil di hatimu yang berteriak, "Ih jangan pasang fotomu sendiri sih. Jelek banget."

Biarkan orang lain melabelimu macam-macam tapi jangan kamu yang menstempel dirimu sendiri.

Jika memang bercinta adalah hadiah yang kamu inginkan untuk menutup harimu yang chaos, dress up and do the sexy bitchy dancing in front of him!  Persetan dengan lemak-lemak yang menggelambir. Kamu berhak jika kamu menginginkannya.

Lagi puasa kok bahasannya begini sih? Hahaha... Ya siapa yang larang, asal sesuai dengan aturan. Udah suci sebelum adzan subuh. Sah-sah aja.

Selamat berpuasa ya. Nikmati puasanya biar selalu ada berkah di tiap harinya. Aamiin..

Menggali Rasa Saat Puasa

 

Begitu puasa tiba, adakah yang malas makan jadi menunggu saat makan?

Begitu lapar menusuk, adakah yang lega begitu adzan berkumandang?

Begitu haus menggaruk kerongkongan, adakah yang jadi menghargai satu tetes air?

Hari ini badanku sungguh tak karuan. Kombasi batuk, pilek, dan sesak napas. Aku minta tolong kakak sepupu bikin janji dengan tukang pijat sekaligus herbalist langganan budeku.


"Orang mau sembuh emang harus ngerasain sakit. Jadi abis itu bisa jaga badan. Gak seenak udele dewe."
Ya maksud bude jangan semaunya sendiri.

Jam setengah 8 jalanlah aku sama bude. Jalan kaki beneran ya bukan jalan tapi nyatanya naik motor. 😅

Bu Een, ternyata masih muda saudara-saudara. Aku pikir dia wanita paruh baya seperti mamahku. Aku udah merasa badanku bakalan babak belur nih kalau dipijat dia.

"Ya ampun mba, jauh banget ini ama air!"
Glek, kok dia tahu kalau aku malas minum?
"Makannya yang disuka aja ya. Pencernaannya kasihan ini, mba."
Okeee... Roda berputar hanya di sekitar lele goreng, tumis kangkung, dan seafood; atau di lingkaran telur ceplok, mie instan, dan gorengan.
Keroook aja bu Een, keroook!

"Puasa kok gak libur bu Een?"
"Pengennya begitu tapi orang sakitnya gak mau ikutan libur sih. Kalau mba mau minum banyak dan makan yang bener, mba bisa kurangi kesibukan saya," kelakarnya sambil mengurai otot-otot tegangku.
"Pas puasa aja makan makanan yang sehat. Begitu selesai, bubar deh," sindir bude.

Satu jam lebih dipijat dan diselingi kerokan, gak ada yang gak sakit. Nyut-nyutan semua. Eh begitu bu Een melepas tangannya, badan tuh rasanya enteeeng banget. Ngantuk yang beberapa minggu jarang menyapa jadi begitu berharga.

Ya aku begitu angkuh.  Tidak mau tahu yang sebenarnya dibutuhkan badanku sendiri. Aku memang sempat susah tidur karena nemenin Geni yang mau tumbuh gigi. Ditambah pola hidup yang seenak jidat sendiri. Kalau sakit ya emang harusnya rasain sendiri. Gak boleh ngerepotin orang lain.

Kamu, males banget sih. Apa sih yang kurang coba? Uang alhamdulillah ada, waktu punya, gak mau masak sendiri ada katering. Sering nasehatin GianGaraGembul buat bersyukur bisa makan kenyang, menu boleh pilih, dan harga gak masalah. Eh ini malah lebih parah. Makan sembarangan, minum air putih kalau ingat, menganiaya badan sendiri. Dosa tahu? Tahu apa gak mau tahu?

Nah mumpung lagi diingatin, sadarlah!

Jangan makan asal kenyang tetapi hargai dirimu dengan makanan yang sehat dan bergizi. Empat sehat lima sempurna.

Jangan cengeesan kamu ya, saat ini mungkin bapil dan sesak napas; bisa jadi besok dikasih yang parah. So it's a wake up call. Please be alert!

Minum juga kalau merasa bibir udah kering ya sadar diri. Gak cuma teriak-teriak ke duoG biar mereka mau minum. Kamunya kasih contoh minum yang banyak.

Di akhir puasa nanti, coba deh bikin catatan. Bagaimana rasanya menahan lapar dan haus sepuluh jam? Cermati benar-benar. Gali yang dalam. Kalau kamu merasa jauh lebih sehat maka puasa kamu berhasil tetapi kalau kamu ternyata tidak mendapatkan perubahan apapun artinya sia-sia.

Woi, Update Blog Bikin Kamu Tetap Waras Lho!

Entah kenapa suami aku bawel banget masalah update blog. Ya secara dia yang bayar tiap tahun buat domain dan hosting, masa nganggur. Hahaha... Gak ya suamiku, pasti bukan itu alasannya kamu bawel. Kamu bawel karena tahu kalau kekasih hatimu ini bisa gila kalau gak nulis. 

Baiklah, baiklah. Hibernasi sudah terlalu lama. Dan semenjak tidak curhat, kepalaku berisik sekali. Ditambah bawelan kamu. Ya itu motivasi agar aku bisa menaklukkan rasa malas. And I did it finally. This night, I start writing. 

Curhat lah pasti, apa lagi yang bisa dilakukan emak sensi yang hidupnya penuh drama, drama, dan drama.

1 Mei 2017
Senin, libur hari buruh dan timeline riuh dengan demo dan bakar karangan bunga. Hatiku mendadak ikutan ramai dengan kenangan yang melompat-lompat tentang seorang teman.

"Dek, berita duka. Temenmu anaknya bakul bakso ninggal hari ini."

Dia itu temen SD. Kami deket banget, Dia tahu segalanya tentang kelamnya masa kecilku. Sedih gak? Lebih ke rasa menyesal karena kami belum menyelesaikan masalah yang membuat kami merenggang. 
Kanker serviks katanya. Belum ada yang bisa aku konfirmasi lebih rinci tentang ini.

2 Mei 2017
Begini, karena pikiran berisik maka aku putuskan membaca. Daripada pikiran melayang gak jelas mendingan isi dengan sesuatu yang mungkin berguna.

Judul: JIBAKU POST POWER SYNDROME FULL TIME MOM

Penulis: Hepi Risenasari, Dian Kusumawardani, Elfathrah, Anittaqwa Elamien, Mesa Dewi Puspita, Nevita Siswanti, Mifta Amalya, Farda Semanggi, Desy Handayani

Penerbit: Aryoko Indonesia

Cetakan II

Maret 2017

"...Seorang perempuan yang mengabdikan dirinya untuk orang lain, tanpa ada yang menggaji dan memuji. Perempuan yang tak bertuan."
(halaman 6)

Review ini memang khusus yang ditulis temanku, Hepi Risenasari. Tentang bagaimana dia berdamai dengan dirinya lalu ibunya. Ibu yang berprinsip bahwa wanita harus berkarir dan memiliki pengahasilan sendiri. Dari penghasilan itulah wanita mandiri, tidak diremehkan, bahkan memiliki hak sepenuhnya terhadap impian. 

Tentu saja tidak bisa dipukul rata. Bahwa ada banyak pria yang dididik secara mandiri dan tahu bagaimana memperlakukan istri secara layak. Bukan suami yang menjadikan istri hanya sebagai pemuas seks dan pembantu rumah tangga. Setelah menikah, saat istri memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga maka suami menghormati dengan dukungan penuh. Menemani istri melalui naik turun, suka duka, bahwa pahit manis bersama.

Dalam tulisan ini, Hepi berusaha meyakinkan diri dan ibunya bahwa menjadi ibu rumah tangga memang akan ada dinamikanya. Bagaimana pun juga, setiap pilihan pasti akan ada konsekuensi. Hepi menekankan pada apapun pilihannya toh tujuannya sama, keluarga bahagia. Apakah berkarir di luar atau di dalam rumah, semua ibu pasti ingin keluarga bahagia yang diimpikannya terwujud.

Cerita Hepi mirip-mirip denganku. Doktrin bahwa istri harus berpenghasilan juga sempat didengungkan ibuku. Kenapa? Ibu ingin aku tidak menunggu gaji suami bila ingin beli buku, izin harus didapat saat buku penulis favorit terbit, atau saat pernikahan dikhianati wanita tak akan terpuruk ketika berganti peran menjadi tulang punggung keluarganya.

Semua pernikahan akan punya ujiannya sendiri-sendiri. Kami para ibu baru sedang berproses menjadi ibu yang terbaik bagi anak-anak kami. Doa ibu kami tentu sangatlah penting. Semua perbedaan sudut pandang yang terjadi tentu kami komunikasikan dengan ibu. Kami bangga jadi anak ibu, kami juga bangga bisa jadi ibu.

Terima kasih Pie, sudah mau berbagi. Terima kasih untuk setiap sudut pandang yang memberi jalan pada hadirnya persepsi baru tentang ibu rumah tangga penuh. I wish you all the best! Hwiting!

Update blog meskipun isinya curhat kayak yang kamu tulis di buku harian, trust me it works! *kayak iklan
Bisa mengurangi berisik di kepala.
Bisa melegakan dada yang sesak.
Bisa membantu orang lain tanpa disadari.
Bisa membuat kamu produktif menghabiskan sisa malam saat insomnia menyerang.
Bisa membuat otak kamu berolahraga dan mengurangi kemungkinan pikun.

Jadi, kamu kapan nyusul update blog? Atau setidaknya tulislah buku harian bersama kita jadi jangan bawel mulu ke aku. Kamu juga nulis dong. *kodekerasbuatsuamiaku

3 Mei 2017
Buka FB temen SDku itu. Kok gak ada ucapan berduka? Dia malah nyetatus ngucapin ulang tahun buat adeknya dan minta sabar karena ibunya udah gak bisa ngerayain ulang tahun adeknya bareng mereka lagi.

Ya ampun, berarti kemungkinan yang meninggal itu ibunya bukan teman aku. Wah maaf ya maaf. Bisa dikira menyebarkan hoax nih.

Untung gerak cepat cari info. Maaf ya temanku -_- ... Sepertinya kita emang harus ketemu dan ngobrol deh.