Ketika aku mulai ngeblog, tidak ada niat buat melabeli diri sebagai blogger. Memang murni karena suka menulis. Menulis agar bisa disiplin dan konsisten. Terapi dari serangan sempurna yang membuatku menunda dan terus menunda.
Pelan-pelan aku belajar. Banyak hal baru yang aku dapatkan. Mulai dari teman, lingkungan dan komunitas yang mendukung. Lama-lama kok asyik karena setiap datang ke acara yang diadakan komunitas blogger pasti ada goodie bag atau tentengan yang bisa dibawa pulang. Produk-produk dari sponsor, voucher, atau teman baru yang artinya 'kesempatan baru'.
Kemudian datanglah masa hibernasi itu. Akhir bulan Juni setelah mengikuti workshop penulisan dan motivasi dengan semangat menggebu yang tiba-tiba menguap tanpa sisa. Dua garis di testpack memberikan serangkaian morning sick dan kesakitan yang berkepanjangan. Seluruh rencana dan kelas menulis yang aku jalani terbengkalai. Aku tepar saudara-saudara. Kehamilan kedua yang aku sangka akan lebih mudah ternyata sebaliknya. Mau tidak mau aku berusaha berdamai. Menjalani dulu 'nikmat' kehamilan kedua.
Dari Juli hingga akhir tahun, aku meninggalkan dunia maya dan blog.
17 Januari 2016 aku akhirnya aku memutuskan untuk hadir di acara #ArisanIlmu Kumpulan Emak Blogger.
Bertemu dengan emak-emak blogger dengan perut njembling sungguh penuh perjuangan. Namun hari minggu setelah kejadian bom di Sarinah, jalanan jadi lengang. Bus transjakarta juga tidak penuh sesak.
"Mba, pekerjaannya apa? Mau jualan?" tanya seorang nenek yang melihatku terengah-engah membawa kotak berisi puding.
Aku
diam sesaat untuk memberikan jawaban yang tepat. Eh lha kok semakin
dipikirkan semakin bingung. Halah. Kalau ada emoticon meletin lidah
pastilah udah berjejer di sini. Jadilah senyum yang aku jadikan jawaban.
Tadinya mau ngaku blogger yang lagi mau ke acara. Namun sisi sirik bin rese bertanya, "Berani ngaku blogger? Yakin?".
Iya ya aku kan punya lima daftar ketidakyakinan kalau mau ngaku blogger.
1. Selalu Menunda Nge-draft dan Posting
Tentu saja ada saja alasannya. Untuk saat ini kehamilan adalah alasan paling kuat. Apapun kondisinya jika memang blogger pastilah bisa posting satu tulisan di blognya. Bukan ditinggal begitu saja sampai berdebu dan banyak sarang laba-laba.
2. Tidak Ada Waktu untuk Mencari Bahan Tulisan
Datang ke acara, wawancara penjual nasi goreng langganan, memotret anak saat main. Tentu apa saja bisa jadi postingan. Apa saja bisa dijadikan bahan tulisan. Bila memang mengaku blogger.
Datang ke acara, wawancara penjual nasi goreng langganan, memotret anak saat main. Tentu apa saja bisa jadi postingan. Apa saja bisa dijadikan bahan tulisan. Bila memang mengaku blogger.
3. Malas Ikut Workshop
Terus belajar adalah agar blogger bisa naik kelas. Awalnya memperbaiki kualitas tulisan lalu design blognya kemudian bisa 'menjual diri dan blognya'. Bagaimana bisa naik kelas kalau belajar dan ikut ujian juga tidak? Masih berani ngaku blogger?
4. Cuma Pengen Kekinian
Di sela-sela morning sick dan batuk pilek yang tak kunjung sembuh, aku buka akun-akun media sosialku. Sebentar-sebentar untuk sekedar update apa yang sedang terjadi. Ternyata rasa ingin eksis dan kekinian begitu menyeruak. Walaupun akhirnya tersingkir dengan serangkaian perubahan hormon yang melabilkan perasaan.
5. Metok di Rasa 'pengen'
Pada akhirnya inilah yang membuat diriku belum berani mengaku sebagai blogger. Baru pengen aja belum bisa maksimal.
Proses ya, semoga aku bisa
berproses. Proses yang pastinya harus dijalani jika aku memang ingin melabeli
diriku sebagai blogger. Memantaskan diri dan terus belajar, menulis dan
posting. Merawat dan bertumbuh bersama blog yang dibuat. Sungguh kerja keras
akan menunjukkan hasilnya jika memang dilakukan dengan penuh semangat. Semangat
ya Mak! Semangat untuk diriku!
![]() |
Memulai lagi proses. Semoga disiplin dan konsisten ^__^ |
Tidak ada komentar