Menulis Setiap Hari

Masih belum bisa mengungkapkan jika bangun pagi sudah memasak nasi lalu bisa meletakkan pantat ini di kursi.

Ya, menulis di pagi hari.

Anak masih terlelap dengan ompol di kasurnya. Suami berangkat lebih awal dari biasanya.

Inilah surga.

Untuk membangun rutinitas menulis dari awal lagi, menyelipkan menulis di antara rutinitas sebagai ibu rumah tangga yang tiada habisnya tentu punya tantangan tersendiri. Ada lelah, ada jengkel, dan serangkaian peristiwa yang mengganggu fokus.

Halah, itu cuma alasan Emak aja lah. Kalau mau menulis ya menulis saja. Ponsel kan dipegang terus, bisa aja menulis status dulu. Terus seandainya gak pegang ponsel, buku catatan juga ada di mana-mana. Tinggal ambil pulpen aja langsung deh tulis menulis.

Ayolah Mak, gak usah banyak alasan. Katanya mau ngaku blogger kok ada aja alasannya.

Menulis setiap hari, bisa gak ya?

1. Fokus
Artinya jadikan menulis itu inti. Inti untuk mengawali hari, mengisi waktu luang, atau inti saat hendak mengakhiri hari indahmu.

2. Komitmen
Jika memang kamu ingin bisa menulis setiap hari maka jadikanlah menulis sebagai keterikatan. Di mana ada tanggung jawab sama halnya dengan tugas-tugas yang selama ini harus kamu selesaikan. Perlakukan menulis seperti anak yang memang harus kamu rawat dan urus dengan baik.

3. Lakukan dengan senang hati
Tidak perlu merasa terbebani saat kamu sebagai seorang emak yang super rempong melewatkan hari ini tanpa menulis. Kecuali kamu memang sudah punya deadline profesional dengan klien atau perusahan yang sudah menambah saldo di rekening bank milikmu.
Menulislah dengan santai dan rasakan kegembiraan yang tercipta saat kamu menulis. Rasa bahagia akan memanggilmu kembali. Membuat dirimu menempekan bokongmu ke kursi atau lantai dan menulis lagi.

4. Nikmati jatuh bangunnya proses membangun rutinitas menulis
Aduh stres nih, artikel buat majalah xyz belum selesai, draft blog belum direvisi, terus lomba menulis bentar lagi deadline. Ya dinikmati saja. Naik turun dan pasang surutnya. Proses itulah yang jadi lingkarannya. Terus berputar. Kamu akan merasakan stres, dapat berkahnya, stres lagi, dan dapat berkah lagi.

5. Menundalah terus
Saat kamu ingin menulis akan ada rasa ingin menunda. Ah masih lama deadlinenya, toh besok masih bisa, atau hari ini kan waktunya ke salon. Teruskan saja penundaan itu. Apabila kamu terus berusaha menunda tetapi ternyata kamu bisa duduk di  depan laptop dan mengetikkan sesuatu untuk di posting di blog maka itulah gaya unikmu. Bukanlah melulu tentang fokus atau terikat dengan komitmen tetapi kenali arusmu sendiri. Membiarkan dirimu mengikuti arus penundaanmu lalu ternyata kamu bisa mengendalikannya adalah prestasimu mengenali dan mengontrol diri sendiri.

Sama halnya seperti memasak mie. Meskipun dibilang instant tetapi kamu harus menunggu tiga menit untuk akhirnya mie itu matang dan bisa dimakan. Lantas apakah saat masih panas akan langsung kamu makan? Paling tidak kamu menunggu satu menit lagi untuk mie itu hangat dan bisa pas masuk mulut. Tidak terlalu panas dan juga belum terlalu dingin. Ah jadi kebayang mie goreng seleraku dengan saus sambal dan potongan cabe rawit. Oke lah, jadi intinya akan ada waktu tunggu kan ya. Jika mau berhasil ya harus mau menunggu.

Tetap semangat ya Mak! Menulis setiap hari biar cepat sembuh eh maksudnya cepat jadi penulis atau blogger sesuai kepengenan Emak.


Pengen Ngaku Blogger, Tapi...

Ketika aku mulai ngeblog, tidak ada niat buat melabeli diri sebagai blogger. Memang murni karena suka menulis. Menulis agar bisa disiplin dan konsisten. Terapi dari serangan sempurna yang membuatku menunda dan terus menunda. 

Pelan-pelan aku belajar. Banyak hal baru yang aku dapatkan. Mulai dari teman, lingkungan dan komunitas yang mendukung. Lama-lama kok asyik karena setiap datang ke acara yang diadakan komunitas blogger pasti ada goodie bag atau tentengan yang bisa dibawa pulang. Produk-produk dari sponsor, voucher, atau teman baru yang artinya 'kesempatan baru'.

Kemudian datanglah masa hibernasi itu. Akhir bulan Juni setelah mengikuti workshop penulisan dan motivasi dengan semangat menggebu yang tiba-tiba menguap tanpa sisa. Dua garis di testpack memberikan serangkaian morning sick dan kesakitan yang berkepanjangan. Seluruh rencana dan kelas menulis yang aku jalani terbengkalai. Aku tepar saudara-saudara. Kehamilan kedua yang aku sangka akan lebih mudah ternyata sebaliknya. Mau tidak mau aku berusaha berdamai. Menjalani dulu 'nikmat' kehamilan kedua.

Dari Juli hingga akhir tahun, aku meninggalkan dunia maya dan blog.

17 Januari 2016 aku akhirnya aku memutuskan untuk hadir di acara #ArisanIlmu Kumpulan Emak Blogger. 

Bertemu dengan emak-emak blogger dengan perut njembling sungguh penuh perjuangan. Namun hari minggu setelah kejadian bom di Sarinah, jalanan jadi lengang. Bus transjakarta juga tidak penuh sesak. 

"Mba, pekerjaannya apa? Mau jualan?" tanya seorang nenek yang melihatku terengah-engah membawa kotak berisi puding.

Aku diam sesaat untuk memberikan jawaban yang tepat. Eh lha kok semakin dipikirkan semakin bingung. Halah. Kalau ada emoticon meletin lidah pastilah udah berjejer di sini. Jadilah senyum yang aku jadikan jawaban.

Tadinya mau ngaku blogger yang lagi mau ke acara. Namun sisi sirik bin rese bertanya, "Berani ngaku blogger? Yakin?".

Iya ya aku kan punya lima daftar ketidakyakinan kalau mau ngaku blogger.
1. Selalu Menunda Nge-draft dan Posting
Tentu saja ada saja alasannya. Untuk saat ini kehamilan adalah alasan paling kuat. Apapun kondisinya jika memang blogger pastilah bisa posting satu tulisan di blognya. Bukan ditinggal begitu saja sampai berdebu dan banyak sarang laba-laba.

2. Tidak Ada Waktu untuk Mencari Bahan Tulisan
Datang ke acara, wawancara penjual nasi goreng langganan, memotret anak saat main. Tentu apa saja bisa jadi postingan. Apa saja bisa dijadikan bahan tulisan. Bila memang mengaku blogger.

3. Malas Ikut Workshop
Terus belajar adalah agar blogger bisa naik kelas. Awalnya memperbaiki  kualitas tulisan lalu design blognya kemudian bisa 'menjual diri dan blognya'. Bagaimana bisa naik kelas kalau belajar dan ikut ujian juga tidak? Masih berani ngaku blogger?

4. Cuma Pengen Kekinian
Di sela-sela morning sick dan batuk pilek yang tak kunjung sembuh, aku buka akun-akun media sosialku. Sebentar-sebentar untuk sekedar update apa yang sedang terjadi. Ternyata rasa ingin eksis dan kekinian begitu menyeruak. Walaupun akhirnya tersingkir dengan serangkaian perubahan hormon yang  melabilkan perasaan.

5. Metok di  Rasa 'pengen'
Pada akhirnya inilah yang membuat diriku belum berani mengaku sebagai blogger. Baru pengen aja belum bisa maksimal.


Proses ya, semoga aku bisa berproses. Proses yang pastinya harus dijalani jika aku memang ingin melabeli diriku sebagai blogger. Memantaskan diri dan terus belajar, menulis dan posting. Merawat dan bertumbuh bersama blog yang dibuat. Sungguh kerja keras akan menunjukkan hasilnya jika memang dilakukan dengan penuh semangat. Semangat ya Mak! Semangat untuk diriku!

Memulai lagi proses. Semoga disiplin dan konsisten ^__^