Google Sandbox, Hukuman atau Pembelajaran?

Lagi rajin-rajinnya mengisi blog, komentar banyak, bahkan ada yang sampai membagi artikel yang aku tulis. Eh hari ini cek alexa, naik drastis dari 2.036.767 ke 2.759.155.

Awalnya sih gak panik ya tetapi pas baca beberapa artikel di www.google.com kok mulai deg-degan. Kenapa? Di salah satu artikel yang aku baca, ada yang bilang kalau website milikku masuk ke google sandbox.

Merasa penasaran apakah benar blogku masuk ke google sandbox aku klik alamat link-nya: https://www.searchenginegenie.com/sandbox-checker.htm

Dan setelah memasukkan artikel yang aku curigai, inilah hasilnya:
Ternyata blog aku masuk di google sandbox. Langsung deh rasanya pusing dan ingin pingsan. Oke, sepertinya aku terlalu lebay.

Google sandbox sebenarnya semacam penjara. Penjara yang mengurung blog kita sehingga saat kita mencarinya di google.co.id maka kita tidak bisa menemukannya. Artikel yang kita tidak terlacak SERP Google.

Untuk kasusku, di artikel yang aku posting berjudul: Book Hoarder, Yes I Am ternyata judul mirip-mirip dan keyword yang diulang-ulang yang tidak sesuai dengan google webmaster guidline. Sehingga blogku masuk di google sandbox dan menurunkan jumlah pengunjung secara drastis.

Google sandbox adalah hukuman bagiku untuk konsisten mengisi blog dengan konten-konten yang segar. Bukan sekedar kumpulan link tetapi hasil dari membaca, diberi foto-foto dengan keterangan yang sesuai, dan secara berkala di posting.

Lalu apa cara apa yang bisa digunakan untuk bisa keluar dari google sandbox?

1. Mengedit artikel yang sudah masuk di google sandbox.

Artikel yang sudah aku edit dari Book Hoarder, Yes I Am menjadi Si Penimbun Buku Itu Aku

2. Membuat kronologi kenapa artikel di blog bisa masuk ke google sandbox.

Untuk kasusku, judul yang aku gunakan mirip-mirip dan juga mengulang keyword 'book hoarder'

3. Saat membuat artikel tentang google sandbox, masukkan baclink menuju ke google, wikipedia, dan artikel yang masuk ke google sandbox. Seperti artikel yang sedang saya tulis ini.

Selain artikel "Book Hoarder, Yes I Am" artikel yang berjudul Depresi Pasca Melahirkan sempat tidak terindex. Namun setelah melakukan editing artikel tersebut bisa terindex lagi.

4. Setelah semua selesai dan di-posting, submit sitemap dengan klik webmaster tool. 

5. Berdoa agar semua usaha dan pembelajaran dari kurungan google sandbox bisa dilewati dengan baik.

Semoga aku segera bebas dari hukuman google sandbox dan pembelajaran yang aku dapatkan hari ini selain bisa bermanfaat buatku juga bermanfaat buat pembaca semua.

Aku berharap artikel Google Sandbox, Hukuman atau Pembelajaran? ini bisa membuat aku segera bebas dari google sandbox. Amin.

Jika ada yang punya lebih banyak ilmu dan pengalaman bisa bantu aku dengan menuliskan cara lain yang lebih efektif di kolom komentar.Terima Kasih.

Si Penimbun Buku Itu Aku

Saat aku melihat serial 'hoarder' di kompasTV. Langsung terbayang tumpukan bukuku. Ya, setelah menulis beberapa artikel, aku menemukan ada yang salah denganku. Sebenarnya sudah lama aku merasakan ini. Namun belum bisa menemukan nama yang tepat. Obsessive Compulsive Disorder. Memang belum parah karena kadang aku merasa bisa mengendalikannya. 

OCD yang aku alami memiliki ciri-ciri. Aku selalu mencoba menenangkan diri saat mencuci dan meninggalkan anak tidur di kamar. Di lain waktu aku bolak-balik untuk memastikan sudah mengunci pintu. 

Saat aku hamil baby G, aku tinggal berjauhan dengan suami. Dia tinggal di Jakarta dan aku di Semarang. Kamar kosku sangat berantakan karena aku bisa menemukan rasa nyaman dengan benda-benda yang berupa tumpukan. Namun kalau suami mau balik ke Semarang, aku akan secepat kilat membersihkannya. Merapikan semua sesuai dengan tempatnya.

Melalui terapi yang panjang, akhirnya aku bisa sedikit mengurangi kepanikanku. Meskipun tetap, ada yang kurang saat tidak merasa khawatir atau terlalu memikirkan sesuatu.

Nah, setelah semua berkurang. Ada satu yang sampai sekarang belum bisa aku kontrol yaitu menimbun buku. Aku masih berusaha mengontrol. Saat belajar hening bersama mas Adjie Silarus, aku belajar untuk one book in one book out. Belum berhasil sepenuhnya tetapi aku mencoba. Baru bisa melepas 2 buku untuk memeriahkan giveawaynya mba Myra.

Agar tidak mengarah ke hal negatif, aku mengumpulkan hal-hal positif tentang penimbun buku.

1. Potensi meredam stresnya tinggi. Kalau stres bisa ubek-ubek buku yang masih plastikan. Mencium aroma buku baru yang bagaikan candu. Asal jangan stres lagi pas melihat harga buku yang masih terpampang nyata. Tentang hal ini, aku tidak bisa memaksa kamu untuk mengerti. Sebab, hanya penimbun buku yang tahu nikmatnya mencandu aroma buku.

2. Menambah pengetahuan. Buku-buku yang sudah dibuka, entah kapan waktunya pasti dibaca. Saat stres bisa baca komik, majalah, atau novel-novel favorit memberikan ilmu-ilmu tambahan tanpa kita menyadari. Pas ada masalah, eh aku pernah baca nih di majalah X cara move on dari mantan yang suka PHP-in aku.

3. Saat buku-buku yang dibaca sudah banyak maka bisa disumbangkan untuk orang lain yang lebih membutuhkan. Buku ini mungkin belum bermanfaat buat aku tetapi pasti bermanfaat buat si A.

Book hoarder, Yes I am. Wish me luck. Hope I can share more to others. Share books of course.

sebagian buku yang dirawat sama kakak ipar
ini yang aku bawa balik ke Jakarta karena butuh
Akan aku baca lagi buat menambah ilmu



Mulai Membangun Jaringan Si Emak Sensi

Semenjak bergabung dengan komunitas FUN BLOGGING, aku mendapatkan banyak kesempatan untuk bertemu dengan guru-guru baru selain Mba Ani Berta, Mba Shinta Ries, dan Mba Haya Aliya Zaki.

Rabu, 18 Maret 2015 poster Funday Sharing mampir di grup fun blogging. Pembicaranya Ita Sembiring. Temanya 'The Power of Networking'. 

Aku memutuskan untuk ikut karena setelah hampir satu tahun di Jakarta, fokus menjadi ibu rumah tangga, dan sedikit stres karena belum ada teman yang bisa satu frekuensi untuk ngobrol.

Aku ingin memiliki lagi teman-teman yang tidak melulu membicarakan urusan domestik rumah tangga. Namun bisa ngobrol tentang hobi, kejadian terkini, atau lowongan-lowongan pekerjaan sebagai pemasukan tambahan nantinya.
Mas Karmin selaku penggagas Funday Sharing membuka acara
Setelah pembukaan, mba Ita beraksi. Dia tuh mentor yang kocak banget. Dua jam tuh gak kerasa mengalir begitu saja. Pipi rasanya mau kram karena ketawa terus.


Mba Ita beraksi menjelaskan bagaimana cara membangun jaringan
Lalu apa manfaatnya belajar membuat jaringan. Toh kita berkomunikasi dengan orang lain setiap hari. Lalu apa hasil dari komunikasi itu? Ya, cuma gosip sih, kalau tetangga yang rumahnya dicat biru baru beli mobil. Eh terus si tante juga borong ikan koi kemarin. Dapat ilmu gak dari situ? Gak dapat ilmu, panas iya.

Nah maka dari itu, Mba Ita berbagi tips pada kami agar semua orang bisa tahu kekuatan jaringan yang dimiliki untuk akhirnya bisa memaksimalkan komunikasi dengan orang-orang sekeliling kami.

1. Communication Skill (Kemampuan komunikasi)
Kemampuan komunikasi, ya bukan hanya sekedar ngobrol. Namun kita bisa menangkap apa yang sebenarnya diinginkan oleh orang yang kita ajak bicara. Mendengar dan mengerti. Artinya kita benar-benar hadir dalam percakapan itu. Bukan mendengarkan tetapi pikiran kita entah terbang kemana.

Kita harus mengasah kemampuan komunikasi terus menerus. Tidak bijak rasanya saat kita tidak paham lalu memancing lawan bicara untuk membicarakan orang lain yang tidak hadir di situ. Seperti yang biasanya kita lakukan saat ngerumpi bareng tetangga. Jika kita tidak paham maka kita harus bicarakan dengan orang yang kita maksud, yang bisa menjelaskan hingga kita paham. Bukannya malah membicarakannya dengan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut.

Di sinilah kemampuan komunikasi kita terlihat. Orang yang piawai berkomunikasi pasti akan membicarakan dengan teknik komunikasi yang baik. Tidak membiarkan kesalahpahaman terjadi. Contoh nyatanya adalah saat kita memperbaiki motor di satu bengkel yang baru kita kunjungi. Belum ada satu minggu berlalu, eh motor kok rusak lagi. Jika kita memiliki kemampuan komunikasi yang baik maka kita akan mengajak pemilik bengkel untuk membicarakan kenapa kerusakan motor terjadi lagi padahal satu minggu belum ada. Bukan memperbaiki motor di bengkel yang lain dan membicarakan kekurangan si bengkel ke khalayak ramai.

Ingat kita adalah apa yang kita katakan. Orang bisa menilai karakter kita dari apa yang kita bicarakan. Kalau kita membicarakan hal-hal positif maka itulah yang terpancar.

2. Lingkaran dalam (Inner circle)
"Mba, aku mau punya jaringan yang luas tetapi bagaimana caranya menghindari penipuan yang lagi sering terjadi."

Kamu suka baca? Bergabunglah dengan komunitas pembaca. Gak kok, aku sukanya bongkar mobil ya bisa ikutan komunitas yang juga suka bongkar mobil.

Kamu bisa kenal orang tetapi masih di satu lingkaran, artinya kita tidak berkenalan dengan orang sembarangan. Bukan orang di pinggir jalan, kita main tegur dan sok kenal aja. Big no no!

Bermula dari lingkaran dalam komunitas tersebut pasti nantinya lingkaran tersebut akan semakin besar dan besar. Dengan membesarnya lingkaran itu berarti jaringan kita juga semakin luas.

3. 'Jual diri'
Apa artinya? Kita pasti punya nilai yang bisa 'dijual'. Misalnya kita mampu memperbaiki mobil, blogger profesional, atau koki handal. 

Kualitas diri itulah yang kita jual. Bisa bermanfaat untuk orang lain. Nantinya kita bisa meminta bantuan pada orang lain untuk membantu kita. Membuat kita lebih berkembang dan berkualitas.
 
4. Keep in touch
Setelah jaringan kita punya maka tinggal mempertahankan. Bagaimana caranya? Ya dengan terus terhubung. Jangan lebay ya. Usahakan saat ada momen-momen khusus kita bisa memberi hadiah atau kartu ucapan seperti saat ulang tahun, hari raya, atau ulang tahun komunitas yang dia pimpin.

5. Ambil hikmah
Hidup lurus, mulus tetapi gak terurus. Ya artinya tidak ada yang sempurna kawan. Pasti ada aja kerikil yang nyelip di kaki kita. Jika itu terjadi, artinya kita harus ambil hikmahnya. 

Lagi banyak kerjaan, bonus melimpah eh kok ya kecopetan. Mungkin saja kurang sedekah.

6. Berpikir positif
Belum tentu semua orang yang tertipu saat membangun jaringan bisa mengambil hikmah. Lalu berpikir positif bahwa setelah musibah ada jalan lain terbuka baginya.

Berpikir positif itu seperti skill. Harus terus dipakai layaknya pisau yang diasah terus agar tajam. Jangan berharap bisa berpikir positif jika kita tidak berlatih setiap harinya.

Jaringan itu tidak seperti candi prambanan yang bisa dibangun semalaman oleh Bandung Bondowoso tetapi jaringan adalah Roma yang kita punya seribu jalan untuk mencapainya.

See, it starts in mind. Positive mind of course.

7. Time management
Ini sih pertanyaan si Emak sensi bin rempong. Merasa tidak bisa konsisten karena ternyata payah dalam mengatur waktu. Bisa rajin di hari Selasa, gak ngapa-ngapain di hari Jumat.

Si Emak disarankan mulai membuat jadwal. Fokus melakukan hal-hal sesuai jadwal hingga akhirnya bisa konsisten.
Emak rempong foto bareng guru kece mba Ita Sembiring ^___^
Sesi foto yang selalu ditunggu

Sarjana kok Pengangguran, Kamu? 5 Pekerjaan yang Sering Dianggap Pengangguran

Apa sih pekerjaanmu? Pekerjaan yang setiap hari dilakukan walaupun bosan dan meskipun lelah bahkan tanpa bayaran yang pasti. Sampe dikira jadi babi ngepet karena gak pernah kelihatan kerja eh kok pulang-pulang bawa mobil. Sakitnya di sini kan ya? *nunjuk gigi.

Belum lagi desahan menyesal orang tua yang sudah membiayai kita dari taman kanak-kanak sampai sarjana. Eh ujung-ujungnya memilih pekerjaan yang dari luar kelihatannya seperti pengangguran.

Emang apa sih pekerjaan yang sering disangka pengangguran?

1. Ibu rumah tangga
"Mak, buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau cuma pake daster di rumah."
Apakah kamu masih mengira jika ibu rumah tangga sama dengan pengangguran? Jika satu hari saja diminta menggantikan mereka ada di rumah dengan daftar pekerjaan yang panjangnya mengalahkan struk belanjaanmu di awal bulan.

Hanya mendengarkan deskripsi bagaimana sibuknya seorang ibu rumah tangga tidak akan membuatmu berubah pikiran. Beda jika kamu mengalami sendiri bagaimana rempong dan ribetnya jadi ibu rumah tangga.

Ini masalah pilihan, ketika kamu seorang sarjana ekonomi memutuskan menjadi ibu rumah tangga maka ilmu ekonomi yang kamu pelajari bagaimana? Wah tentu saja masih berguna. Saat semua barang kebutuhan naik pasti akan ada cara yang bisa diterapkan ketika kamu belajar bagaimana menyusun anggaran yang tidak besar pasak daripada tiang.

Itu sarjana ekonomi? Bagaimana dengan sarjana sastra? Tentu saja kamu bisa mulai merangkai kata untuk dijadikan dongeng pengantar tidur anakmu. Anak yang kamu sayang dengan segenap hati.

Ciee ciee, mulai bisa melihat kan? Apapun nantinya pilihanmu bisa dilihat secara positif. Setiap orang punya mulut dan otak bukan? Lihat ya ngomong, lihat ya komentar, dan lihat ya kepikiran. Tinggal kamu aja ambil sisi positif apa negatif?

diambil di sini
2. Penulis pro
Penulis yang memang benar-benar menjadikan tulisannya sebagai sumber penghasilan utamanya. Bagaimana bisa mereka disebut pengangguran? Ya karena mereka keluar untuk belanja, mengantar anak sekolah, dan kondangan.

Namun di rumah mereka produktif, menghasilkan karya yang disukai banyak orang. Sementara tetangga kanan kirinya tidak tahu siapa dia.

Indah Hanaco, penulis pro yang produktif menulis

3. Editor pro
Tidak jauh berbeda dengan penulis pro. Editor juga kerjaannya di rumah. Melototin naskah novel untuk menemukan kesalahan-kesalahan yang ada seperti eyd.

4. Blogger
Iya yang suka menulis di blog dan menghasilkan uang dengan soft dan hard selling di blognya.

Ah, aku sudah tahu dong Mak. Kan aku blogger juga. Terus kamu masih anggap blogger itu pengangguran juga.

5. Penjual online
Toko gak ada, gak punya stok di rumah, dan kerjaannya cuma pegang hp sama duduk depan laptop. Eh akhir bulan bisa ngajak anaknya nge-mal.

Note: gak papa dianggap pengangguran yang penting rezeki lancar jaya. Amin...

Depresi Pasca Persalinan, Pelan-Pelan Mematikan!

Melahirkan merupakan momen yang ditunggu. Perasaan campur aduk pasti dirasakan. Tidak sabar, bahagia, atau malah khawatir berlebihan. 

Banyak hal-hal yang dipersiapkan oleh calon ibu untuk menyambut kelahiran bayinya. Dari yang besar hingga pernik-pernik kecilnya. Hingga akhirnya lupa. Lupa untuk menyiapkan mental.

Mental? Emang perlu ya?

Cermati perubahan si ibu Neneng ini:

Dari pagi hingga pagi lagi, ibu Neneng hanya tidur 3 jam. Padahal sebelumnya dia terbiasa tidur 8 jam sehari. Ada rasa lelah yang teramat sangat menyerangnya. Membuat pening kepala. Bayi yang baru lahir itu sungguh belum memiliki pola tidur yang pasti. Dia rewel dari pagi hingga dini hari. Suami, sosok yang diharapkan bisa menjadi partner ternyata bekerja di luar kota. Pulang seminggu sekali. Nenek si bayi, bukanlah yang cekatan membantu. Nenek membantu dengan mengatakan harus begini harus begitu, tidak ada aksi. 
Ibu Neneng menangis, ibu Neneng butuh bantuan. Namun kepada siapa dia harus mengadu? Kepada siapa dia harus meminta?
Sembilan bulan ibu Neneng bertahan. Hingga akhirnya menyerah dengan menelan obat tidur. 

Sebagian orang masih ada yang mengeryit. Tidak percaya. Namun itulah kenyataannya. Berawal dari postpartum blues yang ditandai dengan perubahan mood, kelelahan, dan gelisah. Lalu berlanjut dengan postpartum depression dengan gejala insomnia, keinginan untuk bunuh diri dan perasaan bersalah berlebihan. 

Ini bukan semata kelelahan ya. Kita butuh kejelian sendiri untuk bisa tahu seorang ibu terkena sindrom ini. Mungkin ada yang ekstrem hingga reaksinya begitu terlihat seperti bersikap kasar ke anak, ketakutan saat mendengar anak menangis, atau yang mengurung diri di kamar yang berbeda dengan anak.

Awalnya aku begitu yakin tidak akan berdampak padaku. Aku punya ibu yang sangat membantu, suami yang bisa diajak begadang bareng, dan keluarga yang tahu mengurus ibu yang baru melahirkan.

Namun setelah anak keduaku lahir, aku begitu lelah dan leherku mudah sakit. Kalau leher sudah sakit rasanya semua salah. Dan Baby Gara lah yang sering jadi korban.

Ya Tuhan, aku pasti adalah ibu durhaka yang menganiaya anugerahMu. Terkutuklah aku.

Aku lelah Tuhan. Aku lebih sering memikirkan untuk mati saja. Tentu saja itu tidak menyelesaikan masalah.

Tidak mudah untuk mengakui. Tidak mudah untuk akhirnya ikhlas. Ikhlas menerima bahwa kita punya batas. Batas lelah.

Terlalu menuntut dan dituntut juga jadi faktor pemicu depresi pasca persalinan.

LEBIH PEKA KEPADA DIRI SENDIRI

Kenali saat merasa ada perubahan emosi.
Jangan mengelak saat kita merasa marah di satu menit dan menangis di menit berikutnya. Relakan saja jika memang itu yang terjadi.

Tidak perlu mencari kambing hitam untuk meluapkan emosi. Semakin ditekan maka ledakan emosi kita akan semakin dasyat.

Akui dan segera bicarakan dengan pasangan.
Proses menerima memang tidak akan seperti membalikkan telapak tangan.

Awali dengan mulai membuka diri dan terbuka pada pasangan. Biarkan pasangan ikut berproses kelelahan macam apa yang kita alami. Jika suami tidak selalu ada di samping kita maka kita bisa minta bantuan orang yang dekat dan kita percaya.

Meminta bantuan ahli atau psikolog bukanlah aib.
"Eh si mba itu kok cerita abis ke psikolog."
Nadanya semacam vonis jika kita gila dan segera masuk RSJ.

Tentu saja salah besar. Psikolog ada untuk membantu bukan untuk memasukkan kita ke RSJ.

"Pakailah masker oksigenmu baru pakaikan pada anakmu.
Artinya selamatkan diri kita baru kita bisa selamatkan anak kita. Dengan menyehatkan diri kita baru kita bisa membuat sehat anak kita. Anak yang bahagia tentu dibesarkan oleh orangtua yang bahagia pula.

JAUHKAN BENDA-BENDA YANG BERBAHAYA

Pisau atau benda tajam lainnya
Obat serangga atau cairan yang mengandung racun
Tali dan semacamnya

Tak perlulah dijelaskan detil, nanti akan sangat jelas betapa masalah depresi ini begitu dekat dengan keinginan bunuh diri atau menyakiti orang lain.

Semoga akan lebih banyak orang yang tahu, sadar, dan akhirnya bisa membantu ibu-ibu yang terkena depresi pasca persalinan. Tidak lagi meremehkan dan terlambat menyadari hingga kehilangan orang-orang terkasih di samping kita semua.


Tidak ada yang percaya seorang ibu terkena depresi pasca persalinan hingga dia bunuh diri.
Tidak ada yang percaya seorang ibu terkena baby blues hingga dia masuk rumah sakit jiwa.
Tidak ada yang percaya seorang ibu butuh istirahat hingga dia memukuli anaknya sendiri.
Mereka menuntut, ibu itu harus kuat.
Mereka percaya, ibu itu bisa mengatasi segalanya.
Mereka menghakimi, ibu itu harus mengorbankan segalanya untuk anak. Tidak boleh pergi, pecicilan kesana-kemari hanya demi kebahagiaan diri. 


Catatan: Untuk seorang teman yang hari ini berpulang. For a friend that crying for help but nobody hear include me. So sorry. Rest in peace ya babe. You deserve better even you don't get it. (26 Maret 2015)

Jumat Jelangkung

"Datang tak dijemput, pulang tak diantar."

Buat yang menderita gangguan mood atau bahasa kerennya mood swing pasti tidaklah asing. Ya mood jelek sudah seperti jelangkung yang nongol tiba-tiba dan pergi entah kapan.

Lha dimana-mana orang senang kan kalau jumat datang. Sampe ada slogan: thanks god it's friday. Ini mas Imam beda. Dia stres berat kalau Jumat tiba. Kenapa? *gayaanakdiiklanoreo

Mood jelek menyandera mas Imam saat dia tiba di rumah. Rumah dalam keadaan layaknya kapal usai dihantam badai. 

Mood berubah baik saat anak mas Imam yang berjumlah 3 laki-laki itu mulai membereskan mainannya. Saat tahu sang ayah pulang, mereka bergegas mengembalikan mainannya ke rak-rak kayu sesuai labelnya. Kakak tertua membantu adik bungsu untuk mengenali label dengan menunjuk gambar mobil-mobil. Sesuai dengan mobil kuning yang dipegangnya. Sementara kakak tengah sibuk di dekat rak balok-balok.

Baru beberapa detik mengulas senyum, mas Imam diserang mood jelek lagi. Istrinya menyambut dengan daster yang masih bau bawang putih. Begitu menusuk hidung. 

Namun, senyum kembali mengembang saat aroma udang saus tiram merebak. Mas Imam memang tidak terlalu suka bawang putih tetapi istrinya selalu bisa membuat air liurnya hendak menetes bila mencium udang segar dimasukkan saat bawang putih yang ditumis dengan bawang putih menguarkan aroma harum tak terbantahkan. Ditambah saus tiram yang menghasilkan rasa gurih saat bercampur kecap manis dan saus cabe. 

Mas Imam pasti menambahkan nasi lagi jika udang saus tiram masih tersaji di mangkok bergambar ayam jago. Mengusir semua mood jelek dengan makanan.

Jumat jelangkung yang selalu menyapanya perlahan tetapi pasti mulai sirna. Istrinya tercinta selalu punya masakan di hari Jumat untuk dimakan bersama seluruh keluarga kecilnya. Masakan yang menerbitkan air liur. Menggaduhkan perut dengan orkes keroncong. Udang sahs tiram, tumis kanggung dan mendoan panas yang baru diangkat dari penggorengan.

Jumat jelangkung berakhir dengan riuhnya meja makan. Riuh denting sendok beradu dengan sendok. Riuh dengan celoteh curhat bagaimana mereka melalui hari Jumat ini. 

Nah bagaimana Jumatmu akan berlalu kawan? Silahkan pilih sendiri.

Finally, Thanks God It's Friday 😁

Penulis Galau: Blog atau Novel?

Sebenarnya, sejak SD aku telah mulai menulis. Menulis cerpen-cerpen berdasarkan pengalamanku sehari-hari. Namun cerpen itu tidak pernah aku kirimkan ke media. Hanya dibaca teman-teman sekelas saja. Begitu SMP, aku terus menulis. Tetap teman-teman sekelas yang jadi target pembaca. Masuk SMA ada beberapa karya yang dipajang di mading sekolah. Selalu dapat nilai bagus saat mata pelajaran bahasa Indonesia. Sering diminta teman-teman untuk menuliskan cerpen saat mereka susah menuangkan ide.

Semua perjalanan menulis itu berhenti saat memasuki bangku kuliah. Tidak ada karya lagi.

Aku, sebagai ibu rumah tangga mulai menulis lagi di tahun 2012. Hingga hari ini baru menghasilkan 2 buku antologi: 101 perempuan berkisah bersama komunitas Women's Script dan Inspirasi Untaian Nama Bayi bersama IIDN Semarang.

Lalu 10 Juni 2014 mulai ngeblog. Belum aktif dan mengoptimalkan blog yang ada. Namun tekad ada untuk menjadikan blog lebih bermanfaat.

Semenjak memutuskan untuk menjadi penulis, muncul kegalauan baru. Galau saat harus fokus. Apakah konsisten menulis cerpen lalu novel ataukah tiap hari posting blog.

Beruntungnya kegalauan itu tidak berlangsung lama. Saat blogwalking, aku menemukan artikel dari mba Dewi Rieka, penulis 'Anak Kos Dodol' yang baru-baru ini filmnya launching: mau jago nulis, ya ngeblog. Mba Dedew, panggilan akrab Dewi Rieka penulis yang juga konsisten ngeblog menuturkan jika ngeblog secara rutin juga melatih kita untuk menulis novel. Artikel selengkapnya di sini.

Catatan
Saat mencoba rutin menulis di blog seminggu penuh, aku belajar:

1. Menulis di blog untuk mengusir writer's block.
Malas adalah kata kunci saat writer's block. Dengan rutin dan jadwal yang jelas maka writer's block akan menjauh. Apabila sudah lancar menulis artikel pendek maka tidak akan susah lagi untuk memulai 5 halaman untuk cerpen. Lalu kemudian 5 halaman per hari saat memutuskan menulis novel.

2. Blog untuk ide-ide tulisan singkat yang muncul begitu saja.
Saat mandi, mencuci atau kegiatan lain lalu muncul ide kita bisa nge-draft dulu. Setelah itu bisa tulisan singkat. Namun membuat tulisan singkat antara 300 hingga 1000 kata bukan perkara mudah. Kita kadang butuh referensi-referensi yang harus dibaca dulu.
Nah ujung-ujungnya kita akan terbiasa membaca dulu sebelum akhirnya menulis. Saat sudah terbiasa, kita akan mudah melakukan riset untuk menulis cerpen dan selanjutnya novel.