Kalau Tidak Cinta, Saya Pasti Menyerah



Pesona/No. 06 /Juni 2015 Halaman 32-33
Cover depan majalah Pesona itu mengingatkan aku akan hutangku. Hutang artikel tentang pertemuanku dengan Maudy Koesnaedi.

"Kalau bukan karena cinta dari hati, mungkin saya sudah menyerah untuk memberdayakan potensi Abang None Jakarta untuk melestarikan budaya Betawi," ujar mpok Mod sapaan akrab Maudy Koesnaedi

Google Sandbox, Hukuman atau Pembelajaran?

Lagi rajin-rajinnya mengisi blog, komentar banyak, bahkan ada yang sampai membagi artikel yang aku tulis. Eh hari ini cek alexa, naik drastis dari 2.036.767 ke 2.759.155.

Awalnya sih gak panik ya tetapi pas baca beberapa artikel di www.google.com kok mulai deg-degan. Kenapa? Di salah satu artikel yang aku baca, ada yang bilang kalau website milikku masuk ke google sandbox.

Merasa penasaran apakah benar blogku masuk ke google sandbox aku klik alamat link-nya: https://www.searchenginegenie.com/sandbox-checker.htm

Dan setelah memasukkan artikel yang aku curigai, inilah hasilnya:
Ternyata blog aku masuk di google sandbox. Langsung deh rasanya pusing dan ingin pingsan. Oke, sepertinya aku terlalu lebay.

Google sandbox sebenarnya semacam penjara. Penjara yang mengurung blog kita sehingga saat kita mencarinya di google.co.id maka kita tidak bisa menemukannya. Artikel yang kita tidak terlacak SERP Google.

Untuk kasusku, di artikel yang aku posting berjudul: Book Hoarder, Yes I Am ternyata judul mirip-mirip dan keyword yang diulang-ulang yang tidak sesuai dengan google webmaster guidline. Sehingga blogku masuk di google sandbox dan menurunkan jumlah pengunjung secara drastis.

Google sandbox adalah hukuman bagiku untuk konsisten mengisi blog dengan konten-konten yang segar. Bukan sekedar kumpulan link tetapi hasil dari membaca, diberi foto-foto dengan keterangan yang sesuai, dan secara berkala di posting.

Lalu apa cara apa yang bisa digunakan untuk bisa keluar dari google sandbox?

1. Mengedit artikel yang sudah masuk di google sandbox.

Artikel yang sudah aku edit dari Book Hoarder, Yes I Am menjadi Si Penimbun Buku Itu Aku

2. Membuat kronologi kenapa artikel di blog bisa masuk ke google sandbox.

Untuk kasusku, judul yang aku gunakan mirip-mirip dan juga mengulang keyword 'book hoarder'

3. Saat membuat artikel tentang google sandbox, masukkan baclink menuju ke google, wikipedia, dan artikel yang masuk ke google sandbox. Seperti artikel yang sedang saya tulis ini.

Selain artikel "Book Hoarder, Yes I Am" artikel yang berjudul Depresi Pasca Melahirkan sempat tidak terindex. Namun setelah melakukan editing artikel tersebut bisa terindex lagi.

4. Setelah semua selesai dan di-posting, submit sitemap dengan klik webmaster tool. 

5. Berdoa agar semua usaha dan pembelajaran dari kurungan google sandbox bisa dilewati dengan baik.

Semoga aku segera bebas dari hukuman google sandbox dan pembelajaran yang aku dapatkan hari ini selain bisa bermanfaat buatku juga bermanfaat buat pembaca semua.

Aku berharap artikel Google Sandbox, Hukuman atau Pembelajaran? ini bisa membuat aku segera bebas dari google sandbox. Amin.

Jika ada yang punya lebih banyak ilmu dan pengalaman bisa bantu aku dengan menuliskan cara lain yang lebih efektif di kolom komentar.Terima Kasih.

Si Penimbun Buku Itu Aku

Saat aku melihat serial 'hoarder' di kompasTV. Langsung terbayang tumpukan bukuku. Ya, setelah menulis beberapa artikel, aku menemukan ada yang salah denganku. Sebenarnya sudah lama aku merasakan ini. Namun belum bisa menemukan nama yang tepat. Obsessive Compulsive Disorder. Memang belum parah karena kadang aku merasa bisa mengendalikannya. 

OCD yang aku alami memiliki ciri-ciri. Aku selalu mencoba menenangkan diri saat mencuci dan meninggalkan anak tidur di kamar. Di lain waktu aku bolak-balik untuk memastikan sudah mengunci pintu. 

Saat aku hamil baby G, aku tinggal berjauhan dengan suami. Dia tinggal di Jakarta dan aku di Semarang. Kamar kosku sangat berantakan karena aku bisa menemukan rasa nyaman dengan benda-benda yang berupa tumpukan. Namun kalau suami mau balik ke Semarang, aku akan secepat kilat membersihkannya. Merapikan semua sesuai dengan tempatnya.

Melalui terapi yang panjang, akhirnya aku bisa sedikit mengurangi kepanikanku. Meskipun tetap, ada yang kurang saat tidak merasa khawatir atau terlalu memikirkan sesuatu.

Nah, setelah semua berkurang. Ada satu yang sampai sekarang belum bisa aku kontrol yaitu menimbun buku. Aku masih berusaha mengontrol. Saat belajar hening bersama mas Adjie Silarus, aku belajar untuk one book in one book out. Belum berhasil sepenuhnya tetapi aku mencoba. Baru bisa melepas 2 buku untuk memeriahkan giveawaynya mba Myra.

Agar tidak mengarah ke hal negatif, aku mengumpulkan hal-hal positif tentang penimbun buku.

1. Potensi meredam stresnya tinggi. Kalau stres bisa ubek-ubek buku yang masih plastikan. Mencium aroma buku baru yang bagaikan candu. Asal jangan stres lagi pas melihat harga buku yang masih terpampang nyata. Tentang hal ini, aku tidak bisa memaksa kamu untuk mengerti. Sebab, hanya penimbun buku yang tahu nikmatnya mencandu aroma buku.

2. Menambah pengetahuan. Buku-buku yang sudah dibuka, entah kapan waktunya pasti dibaca. Saat stres bisa baca komik, majalah, atau novel-novel favorit memberikan ilmu-ilmu tambahan tanpa kita menyadari. Pas ada masalah, eh aku pernah baca nih di majalah X cara move on dari mantan yang suka PHP-in aku.

3. Saat buku-buku yang dibaca sudah banyak maka bisa disumbangkan untuk orang lain yang lebih membutuhkan. Buku ini mungkin belum bermanfaat buat aku tetapi pasti bermanfaat buat si A.

Book hoarder, Yes I am. Wish me luck. Hope I can share more to others. Share books of course.

sebagian buku yang dirawat sama kakak ipar
ini yang aku bawa balik ke Jakarta karena butuh
Akan aku baca lagi buat menambah ilmu



Mulai Membangun Jaringan Si Emak Sensi

Semenjak bergabung dengan komunitas FUN BLOGGING, aku mendapatkan banyak kesempatan untuk bertemu dengan guru-guru baru selain Mba Ani Berta, Mba Shinta Ries, dan Mba Haya Aliya Zaki.

Rabu, 18 Maret 2015 poster Funday Sharing mampir di grup fun blogging. Pembicaranya Ita Sembiring. Temanya 'The Power of Networking'. 

Aku memutuskan untuk ikut karena setelah hampir satu tahun di Jakarta, fokus menjadi ibu rumah tangga, dan sedikit stres karena belum ada teman yang bisa satu frekuensi untuk ngobrol.

Aku ingin memiliki lagi teman-teman yang tidak melulu membicarakan urusan domestik rumah tangga. Namun bisa ngobrol tentang hobi, kejadian terkini, atau lowongan-lowongan pekerjaan sebagai pemasukan tambahan nantinya.
Mas Karmin selaku penggagas Funday Sharing membuka acara
Setelah pembukaan, mba Ita beraksi. Dia tuh mentor yang kocak banget. Dua jam tuh gak kerasa mengalir begitu saja. Pipi rasanya mau kram karena ketawa terus.


Mba Ita beraksi menjelaskan bagaimana cara membangun jaringan
Lalu apa manfaatnya belajar membuat jaringan. Toh kita berkomunikasi dengan orang lain setiap hari. Lalu apa hasil dari komunikasi itu? Ya, cuma gosip sih, kalau tetangga yang rumahnya dicat biru baru beli mobil. Eh terus si tante juga borong ikan koi kemarin. Dapat ilmu gak dari situ? Gak dapat ilmu, panas iya.

Nah maka dari itu, Mba Ita berbagi tips pada kami agar semua orang bisa tahu kekuatan jaringan yang dimiliki untuk akhirnya bisa memaksimalkan komunikasi dengan orang-orang sekeliling kami.

1. Communication Skill (Kemampuan komunikasi)
Kemampuan komunikasi, ya bukan hanya sekedar ngobrol. Namun kita bisa menangkap apa yang sebenarnya diinginkan oleh orang yang kita ajak bicara. Mendengar dan mengerti. Artinya kita benar-benar hadir dalam percakapan itu. Bukan mendengarkan tetapi pikiran kita entah terbang kemana.

Kita harus mengasah kemampuan komunikasi terus menerus. Tidak bijak rasanya saat kita tidak paham lalu memancing lawan bicara untuk membicarakan orang lain yang tidak hadir di situ. Seperti yang biasanya kita lakukan saat ngerumpi bareng tetangga. Jika kita tidak paham maka kita harus bicarakan dengan orang yang kita maksud, yang bisa menjelaskan hingga kita paham. Bukannya malah membicarakannya dengan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut.

Di sinilah kemampuan komunikasi kita terlihat. Orang yang piawai berkomunikasi pasti akan membicarakan dengan teknik komunikasi yang baik. Tidak membiarkan kesalahpahaman terjadi. Contoh nyatanya adalah saat kita memperbaiki motor di satu bengkel yang baru kita kunjungi. Belum ada satu minggu berlalu, eh motor kok rusak lagi. Jika kita memiliki kemampuan komunikasi yang baik maka kita akan mengajak pemilik bengkel untuk membicarakan kenapa kerusakan motor terjadi lagi padahal satu minggu belum ada. Bukan memperbaiki motor di bengkel yang lain dan membicarakan kekurangan si bengkel ke khalayak ramai.

Ingat kita adalah apa yang kita katakan. Orang bisa menilai karakter kita dari apa yang kita bicarakan. Kalau kita membicarakan hal-hal positif maka itulah yang terpancar.

2. Lingkaran dalam (Inner circle)
"Mba, aku mau punya jaringan yang luas tetapi bagaimana caranya menghindari penipuan yang lagi sering terjadi."

Kamu suka baca? Bergabunglah dengan komunitas pembaca. Gak kok, aku sukanya bongkar mobil ya bisa ikutan komunitas yang juga suka bongkar mobil.

Kamu bisa kenal orang tetapi masih di satu lingkaran, artinya kita tidak berkenalan dengan orang sembarangan. Bukan orang di pinggir jalan, kita main tegur dan sok kenal aja. Big no no!

Bermula dari lingkaran dalam komunitas tersebut pasti nantinya lingkaran tersebut akan semakin besar dan besar. Dengan membesarnya lingkaran itu berarti jaringan kita juga semakin luas.

3. 'Jual diri'
Apa artinya? Kita pasti punya nilai yang bisa 'dijual'. Misalnya kita mampu memperbaiki mobil, blogger profesional, atau koki handal. 

Kualitas diri itulah yang kita jual. Bisa bermanfaat untuk orang lain. Nantinya kita bisa meminta bantuan pada orang lain untuk membantu kita. Membuat kita lebih berkembang dan berkualitas.
 
4. Keep in touch
Setelah jaringan kita punya maka tinggal mempertahankan. Bagaimana caranya? Ya dengan terus terhubung. Jangan lebay ya. Usahakan saat ada momen-momen khusus kita bisa memberi hadiah atau kartu ucapan seperti saat ulang tahun, hari raya, atau ulang tahun komunitas yang dia pimpin.

5. Ambil hikmah
Hidup lurus, mulus tetapi gak terurus. Ya artinya tidak ada yang sempurna kawan. Pasti ada aja kerikil yang nyelip di kaki kita. Jika itu terjadi, artinya kita harus ambil hikmahnya. 

Lagi banyak kerjaan, bonus melimpah eh kok ya kecopetan. Mungkin saja kurang sedekah.

6. Berpikir positif
Belum tentu semua orang yang tertipu saat membangun jaringan bisa mengambil hikmah. Lalu berpikir positif bahwa setelah musibah ada jalan lain terbuka baginya.

Berpikir positif itu seperti skill. Harus terus dipakai layaknya pisau yang diasah terus agar tajam. Jangan berharap bisa berpikir positif jika kita tidak berlatih setiap harinya.

Jaringan itu tidak seperti candi prambanan yang bisa dibangun semalaman oleh Bandung Bondowoso tetapi jaringan adalah Roma yang kita punya seribu jalan untuk mencapainya.

See, it starts in mind. Positive mind of course.

7. Time management
Ini sih pertanyaan si Emak sensi bin rempong. Merasa tidak bisa konsisten karena ternyata payah dalam mengatur waktu. Bisa rajin di hari Selasa, gak ngapa-ngapain di hari Jumat.

Si Emak disarankan mulai membuat jadwal. Fokus melakukan hal-hal sesuai jadwal hingga akhirnya bisa konsisten.
Emak rempong foto bareng guru kece mba Ita Sembiring ^___^
Sesi foto yang selalu ditunggu

Sarjana kok Pengangguran, Kamu? 5 Pekerjaan yang Sering Dianggap Pengangguran

Apa sih pekerjaanmu? Pekerjaan yang setiap hari dilakukan walaupun bosan dan meskipun lelah bahkan tanpa bayaran yang pasti. Sampe dikira jadi babi ngepet karena gak pernah kelihatan kerja eh kok pulang-pulang bawa mobil. Sakitnya di sini kan ya? *nunjuk gigi.

Belum lagi desahan menyesal orang tua yang sudah membiayai kita dari taman kanak-kanak sampai sarjana. Eh ujung-ujungnya memilih pekerjaan yang dari luar kelihatannya seperti pengangguran.

Emang apa sih pekerjaan yang sering disangka pengangguran?

1. Ibu rumah tangga
"Mak, buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau cuma pake daster di rumah."
Apakah kamu masih mengira jika ibu rumah tangga sama dengan pengangguran? Jika satu hari saja diminta menggantikan mereka ada di rumah dengan daftar pekerjaan yang panjangnya mengalahkan struk belanjaanmu di awal bulan.

Hanya mendengarkan deskripsi bagaimana sibuknya seorang ibu rumah tangga tidak akan membuatmu berubah pikiran. Beda jika kamu mengalami sendiri bagaimana rempong dan ribetnya jadi ibu rumah tangga.

Ini masalah pilihan, ketika kamu seorang sarjana ekonomi memutuskan menjadi ibu rumah tangga maka ilmu ekonomi yang kamu pelajari bagaimana? Wah tentu saja masih berguna. Saat semua barang kebutuhan naik pasti akan ada cara yang bisa diterapkan ketika kamu belajar bagaimana menyusun anggaran yang tidak besar pasak daripada tiang.

Itu sarjana ekonomi? Bagaimana dengan sarjana sastra? Tentu saja kamu bisa mulai merangkai kata untuk dijadikan dongeng pengantar tidur anakmu. Anak yang kamu sayang dengan segenap hati.

Ciee ciee, mulai bisa melihat kan? Apapun nantinya pilihanmu bisa dilihat secara positif. Setiap orang punya mulut dan otak bukan? Lihat ya ngomong, lihat ya komentar, dan lihat ya kepikiran. Tinggal kamu aja ambil sisi positif apa negatif?

diambil di sini
2. Penulis pro
Penulis yang memang benar-benar menjadikan tulisannya sebagai sumber penghasilan utamanya. Bagaimana bisa mereka disebut pengangguran? Ya karena mereka keluar untuk belanja, mengantar anak sekolah, dan kondangan.

Namun di rumah mereka produktif, menghasilkan karya yang disukai banyak orang. Sementara tetangga kanan kirinya tidak tahu siapa dia.

Indah Hanaco, penulis pro yang produktif menulis

3. Editor pro
Tidak jauh berbeda dengan penulis pro. Editor juga kerjaannya di rumah. Melototin naskah novel untuk menemukan kesalahan-kesalahan yang ada seperti eyd.

4. Blogger
Iya yang suka menulis di blog dan menghasilkan uang dengan soft dan hard selling di blognya.

Ah, aku sudah tahu dong Mak. Kan aku blogger juga. Terus kamu masih anggap blogger itu pengangguran juga.

5. Penjual online
Toko gak ada, gak punya stok di rumah, dan kerjaannya cuma pegang hp sama duduk depan laptop. Eh akhir bulan bisa ngajak anaknya nge-mal.

Note: gak papa dianggap pengangguran yang penting rezeki lancar jaya. Amin...

Depresi Pasca Persalinan, Pelan-Pelan Mematikan!

Melahirkan merupakan momen yang ditunggu. Perasaan campur aduk pasti dirasakan. Tidak sabar, bahagia, atau malah khawatir berlebihan. 

Banyak hal-hal yang dipersiapkan oleh calon ibu untuk menyambut kelahiran bayinya. Dari yang besar hingga pernik-pernik kecilnya. Hingga akhirnya lupa. Lupa untuk menyiapkan mental.

Mental? Emang perlu ya?

Cermati perubahan si ibu Neneng ini:

Dari pagi hingga pagi lagi, ibu Neneng hanya tidur 3 jam. Padahal sebelumnya dia terbiasa tidur 8 jam sehari. Ada rasa lelah yang teramat sangat menyerangnya. Membuat pening kepala. Bayi yang baru lahir itu sungguh belum memiliki pola tidur yang pasti. Dia rewel dari pagi hingga dini hari. Suami, sosok yang diharapkan bisa menjadi partner ternyata bekerja di luar kota. Pulang seminggu sekali. Nenek si bayi, bukanlah yang cekatan membantu. Nenek membantu dengan mengatakan harus begini harus begitu, tidak ada aksi. 
Ibu Neneng menangis, ibu Neneng butuh bantuan. Namun kepada siapa dia harus mengadu? Kepada siapa dia harus meminta?
Sembilan bulan ibu Neneng bertahan. Hingga akhirnya menyerah dengan menelan obat tidur. 

Sebagian orang masih ada yang mengeryit. Tidak percaya. Namun itulah kenyataannya. Berawal dari postpartum blues yang ditandai dengan perubahan mood, kelelahan, dan gelisah. Lalu berlanjut dengan postpartum depression dengan gejala insomnia, keinginan untuk bunuh diri dan perasaan bersalah berlebihan. 

Ini bukan semata kelelahan ya. Kita butuh kejelian sendiri untuk bisa tahu seorang ibu terkena sindrom ini. Mungkin ada yang ekstrem hingga reaksinya begitu terlihat seperti bersikap kasar ke anak, ketakutan saat mendengar anak menangis, atau yang mengurung diri di kamar yang berbeda dengan anak.

Awalnya aku begitu yakin tidak akan berdampak padaku. Aku punya ibu yang sangat membantu, suami yang bisa diajak begadang bareng, dan keluarga yang tahu mengurus ibu yang baru melahirkan.

Namun setelah anak keduaku lahir, aku begitu lelah dan leherku mudah sakit. Kalau leher sudah sakit rasanya semua salah. Dan Baby Gara lah yang sering jadi korban.

Ya Tuhan, aku pasti adalah ibu durhaka yang menganiaya anugerahMu. Terkutuklah aku.

Aku lelah Tuhan. Aku lebih sering memikirkan untuk mati saja. Tentu saja itu tidak menyelesaikan masalah.

Tidak mudah untuk mengakui. Tidak mudah untuk akhirnya ikhlas. Ikhlas menerima bahwa kita punya batas. Batas lelah.

Terlalu menuntut dan dituntut juga jadi faktor pemicu depresi pasca persalinan.

LEBIH PEKA KEPADA DIRI SENDIRI

Kenali saat merasa ada perubahan emosi.
Jangan mengelak saat kita merasa marah di satu menit dan menangis di menit berikutnya. Relakan saja jika memang itu yang terjadi.

Tidak perlu mencari kambing hitam untuk meluapkan emosi. Semakin ditekan maka ledakan emosi kita akan semakin dasyat.

Akui dan segera bicarakan dengan pasangan.
Proses menerima memang tidak akan seperti membalikkan telapak tangan.

Awali dengan mulai membuka diri dan terbuka pada pasangan. Biarkan pasangan ikut berproses kelelahan macam apa yang kita alami. Jika suami tidak selalu ada di samping kita maka kita bisa minta bantuan orang yang dekat dan kita percaya.

Meminta bantuan ahli atau psikolog bukanlah aib.
"Eh si mba itu kok cerita abis ke psikolog."
Nadanya semacam vonis jika kita gila dan segera masuk RSJ.

Tentu saja salah besar. Psikolog ada untuk membantu bukan untuk memasukkan kita ke RSJ.

"Pakailah masker oksigenmu baru pakaikan pada anakmu.
Artinya selamatkan diri kita baru kita bisa selamatkan anak kita. Dengan menyehatkan diri kita baru kita bisa membuat sehat anak kita. Anak yang bahagia tentu dibesarkan oleh orangtua yang bahagia pula.

JAUHKAN BENDA-BENDA YANG BERBAHAYA

Pisau atau benda tajam lainnya
Obat serangga atau cairan yang mengandung racun
Tali dan semacamnya

Tak perlulah dijelaskan detil, nanti akan sangat jelas betapa masalah depresi ini begitu dekat dengan keinginan bunuh diri atau menyakiti orang lain.

Semoga akan lebih banyak orang yang tahu, sadar, dan akhirnya bisa membantu ibu-ibu yang terkena depresi pasca persalinan. Tidak lagi meremehkan dan terlambat menyadari hingga kehilangan orang-orang terkasih di samping kita semua.


Tidak ada yang percaya seorang ibu terkena depresi pasca persalinan hingga dia bunuh diri.
Tidak ada yang percaya seorang ibu terkena baby blues hingga dia masuk rumah sakit jiwa.
Tidak ada yang percaya seorang ibu butuh istirahat hingga dia memukuli anaknya sendiri.
Mereka menuntut, ibu itu harus kuat.
Mereka percaya, ibu itu bisa mengatasi segalanya.
Mereka menghakimi, ibu itu harus mengorbankan segalanya untuk anak. Tidak boleh pergi, pecicilan kesana-kemari hanya demi kebahagiaan diri. 


Catatan: Untuk seorang teman yang hari ini berpulang. For a friend that crying for help but nobody hear include me. So sorry. Rest in peace ya babe. You deserve better even you don't get it. (26 Maret 2015)

Jumat Jelangkung

"Datang tak dijemput, pulang tak diantar."

Buat yang menderita gangguan mood atau bahasa kerennya mood swing pasti tidaklah asing. Ya mood jelek sudah seperti jelangkung yang nongol tiba-tiba dan pergi entah kapan.

Lha dimana-mana orang senang kan kalau jumat datang. Sampe ada slogan: thanks god it's friday. Ini mas Imam beda. Dia stres berat kalau Jumat tiba. Kenapa? *gayaanakdiiklanoreo

Mood jelek menyandera mas Imam saat dia tiba di rumah. Rumah dalam keadaan layaknya kapal usai dihantam badai. 

Mood berubah baik saat anak mas Imam yang berjumlah 3 laki-laki itu mulai membereskan mainannya. Saat tahu sang ayah pulang, mereka bergegas mengembalikan mainannya ke rak-rak kayu sesuai labelnya. Kakak tertua membantu adik bungsu untuk mengenali label dengan menunjuk gambar mobil-mobil. Sesuai dengan mobil kuning yang dipegangnya. Sementara kakak tengah sibuk di dekat rak balok-balok.

Baru beberapa detik mengulas senyum, mas Imam diserang mood jelek lagi. Istrinya menyambut dengan daster yang masih bau bawang putih. Begitu menusuk hidung. 

Namun, senyum kembali mengembang saat aroma udang saus tiram merebak. Mas Imam memang tidak terlalu suka bawang putih tetapi istrinya selalu bisa membuat air liurnya hendak menetes bila mencium udang segar dimasukkan saat bawang putih yang ditumis dengan bawang putih menguarkan aroma harum tak terbantahkan. Ditambah saus tiram yang menghasilkan rasa gurih saat bercampur kecap manis dan saus cabe. 

Mas Imam pasti menambahkan nasi lagi jika udang saus tiram masih tersaji di mangkok bergambar ayam jago. Mengusir semua mood jelek dengan makanan.

Jumat jelangkung yang selalu menyapanya perlahan tetapi pasti mulai sirna. Istrinya tercinta selalu punya masakan di hari Jumat untuk dimakan bersama seluruh keluarga kecilnya. Masakan yang menerbitkan air liur. Menggaduhkan perut dengan orkes keroncong. Udang sahs tiram, tumis kanggung dan mendoan panas yang baru diangkat dari penggorengan.

Jumat jelangkung berakhir dengan riuhnya meja makan. Riuh denting sendok beradu dengan sendok. Riuh dengan celoteh curhat bagaimana mereka melalui hari Jumat ini. 

Nah bagaimana Jumatmu akan berlalu kawan? Silahkan pilih sendiri.

Finally, Thanks God It's Friday 😁

Penulis Galau: Blog atau Novel?

Sebenarnya, sejak SD aku telah mulai menulis. Menulis cerpen-cerpen berdasarkan pengalamanku sehari-hari. Namun cerpen itu tidak pernah aku kirimkan ke media. Hanya dibaca teman-teman sekelas saja. Begitu SMP, aku terus menulis. Tetap teman-teman sekelas yang jadi target pembaca. Masuk SMA ada beberapa karya yang dipajang di mading sekolah. Selalu dapat nilai bagus saat mata pelajaran bahasa Indonesia. Sering diminta teman-teman untuk menuliskan cerpen saat mereka susah menuangkan ide.

Semua perjalanan menulis itu berhenti saat memasuki bangku kuliah. Tidak ada karya lagi.

Aku, sebagai ibu rumah tangga mulai menulis lagi di tahun 2012. Hingga hari ini baru menghasilkan 2 buku antologi: 101 perempuan berkisah bersama komunitas Women's Script dan Inspirasi Untaian Nama Bayi bersama IIDN Semarang.

Lalu 10 Juni 2014 mulai ngeblog. Belum aktif dan mengoptimalkan blog yang ada. Namun tekad ada untuk menjadikan blog lebih bermanfaat.

Semenjak memutuskan untuk menjadi penulis, muncul kegalauan baru. Galau saat harus fokus. Apakah konsisten menulis cerpen lalu novel ataukah tiap hari posting blog.

Beruntungnya kegalauan itu tidak berlangsung lama. Saat blogwalking, aku menemukan artikel dari mba Dewi Rieka, penulis 'Anak Kos Dodol' yang baru-baru ini filmnya launching: mau jago nulis, ya ngeblog. Mba Dedew, panggilan akrab Dewi Rieka penulis yang juga konsisten ngeblog menuturkan jika ngeblog secara rutin juga melatih kita untuk menulis novel. Artikel selengkapnya di sini.

Catatan
Saat mencoba rutin menulis di blog seminggu penuh, aku belajar:

1. Menulis di blog untuk mengusir writer's block.
Malas adalah kata kunci saat writer's block. Dengan rutin dan jadwal yang jelas maka writer's block akan menjauh. Apabila sudah lancar menulis artikel pendek maka tidak akan susah lagi untuk memulai 5 halaman untuk cerpen. Lalu kemudian 5 halaman per hari saat memutuskan menulis novel.

2. Blog untuk ide-ide tulisan singkat yang muncul begitu saja.
Saat mandi, mencuci atau kegiatan lain lalu muncul ide kita bisa nge-draft dulu. Setelah itu bisa tulisan singkat. Namun membuat tulisan singkat antara 300 hingga 1000 kata bukan perkara mudah. Kita kadang butuh referensi-referensi yang harus dibaca dulu.
Nah ujung-ujungnya kita akan terbiasa membaca dulu sebelum akhirnya menulis. Saat sudah terbiasa, kita akan mudah melakukan riset untuk menulis cerpen dan selanjutnya novel.

Waspada, Emak Mulai Memukul


diambil di sini
Baby Gara saat itu 1 tahun 9 bulan. Banyak sekali perubahannya. Sudah mulai bisa beberapa kata dan protes jika ada hal yang gak sesuai dengan harapannya.

Aku, si Emak Sensi yang belum begitu bisa mengontrol emosi mulai tersulut. Beberapa kata yang belum begitu jelas membuat kami sering salah paham. Gara mau kentang goreng, aku kira ikan. Secara dia bilang "kentang" eh akunya dengar "ikang".

Baby Gara mengamuk. Awalnya aku pendam. Pendam terus. Sifat resentful mulai menggerogoti kesabaranku. Ya, resentful adalah sifat dimana seseorang sering memendam perasaan saat dia merasa tersinggung.

Akhirnya pada suatu hari, baby Gara meminta minum. Dia minum sedikit lalu air sisanya ditumpahkan dan dibuat mainan. Rasa sesak sudah tidak bisa ditahan. Spontan aku pukul. Biasanya Gara tidak menangis. Saat itu, akumulasi rasa yang terpendam membuatku memukul dengan keras dan berulang hingga Gara menangis.

Ekspresi saat Gara melihatku dengan wajah yang memelas, membuat aku tersadar. Aku telah menyakiti anakku. Kata maaf yang terus terucap tidak bisa mengembalikan waktu. Fakta aku telah memukul dan menyakiti hati anakku karena ketidakmampuanku mengontrol emosi.

Pelan-pelan aku mulai membaca lagi. Apa sebenarnya yang sedang terjadi padaku? Buku-buku self help aku keluarkan dari tempat persembunyiannya.

Lose power syndrome. Sindrom ini ditandai dengan terus mengingat masa-masa keemasan. Masa di mana aku masih bekerja, memiliki banyak waktu untuk diri sendiri, dan menghasilkan uang yang bisa dibelanjakan sesuai dengan keinginan.

Semua yang ada di hadapanku  terasa salah. Baby Gara yang lagi aktif, sangat suka eksplorasi semua yang ada di sekitarnya, dan masa transisi untuk disapih. Membuat semua perhatianku tersita. Punggung sakit, kepala migrain dan rasa marah bergejolak. Apa-apa yang aku lakukan juga salah.

Lose power syndrome yang berkelanjutan bisa membuat seseorang stres dan tidak bisa mengelola emosinya secara positif. Apakah ini berbahaya? Tentu saja, jika tidak ditangani maka akan ada tindakan-tindakan impulsif yang cenderung merusak. Belanja secara brutal, percobaan bunuh diri, dan yang paling parah percobaan membunuh orang-orang yang ada di dekat kita.

Berita ibu-ibu yang membunuh anaknya sendiri sudah sering kita dengar dan baca. Awalnya aku cenderung menghakimi. Namun setelah diriku menjadi ibu, melalui berbagai macam proses untuk akhirnya menjadi ibu. Rasanya aku sedikit demi sedikit memahami. Kenapa ibu itu membunuh anaknya sendiri, overdosis obat tidur, atau menenggelamkan diri.

Bukan hanya lose power syndrome, ibu juga harus menghadapi baby blues atau yang paling menakutkan adalah depresi pasca melahirkan (post partum depression). Apabila tidak ada dukungan, penghakiman yang terus-menerus maka ibu bisa melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hatinya.

Berawal dari memukul, mencubit, ataupun menjewer anak. Kita bisa mengambil jeda sejenak. Apa yang terjadi dengan kita? Apa yang kita rasakan sebenarnya? Pelan-pelan kita harus mulai belajar mengenali emosi kita sendiri. Semakin kenal maka bisa semakin sayang. Artinya kita kontrol emosi bukan emosi yang kontrol kita.

Masih ingat peringatan bahwa jika pesawat akan jatuh, masker turun lalu orang tua lah yang harus memakai masker itu terlebih dulu. Kenapa? Tentu awalnya kita merasa egois tetapi itu adalah hal logis. Logis apabila kita selamat maka kita akan bisa menyelamatkan anak kita. Kita dulu yang bahagia baru bisa membahagiakan anak kita.
happy mom, happy kid

Foto, Review, dan Berbagi Warisan Kuliner Indonesia

21 Maret 2015, Warung Tekko (Sunter Icon Food Point)

Hari yang cerah, cenderung panas. Berangkat jam setengah sebelas karena aku pikir dekat rumah. Ternyata eh ternyata baru sampe sana setengah dua belas. Untung saja gak terlambat.

Setelah menerima goodie bag berisi kaos #inikulinerku dan bingkisan bango bumbu bacem (ayam dan tahu tempe), kami mengganti baju dengan kaos #inikulinerku dan langsung eksis deh bertiga.



welfie pake baju seragam #inikulinerku





11.40 Mas Arie Parikesit memulai presentasi dan diskusi tentang kuliner indonesia

Arie Parikesit  adalah CEO dan Founder Kelana Rasa Culinary Solutions, promotor tur kuliner yang mengajak para pencinta kuliner untuk mencicipi cita rasa kuliner nusantara.


1. Dokumentasi
Siapa sih yang gak kenal rendang? Nasi goreng dan sate yang ternyata begitu populer tidak hanya di Indonesia tetapi sudah terkenal di dunia. Namun jika harus menyebutkan 10 makanan khas dari seluruh wilayah Indonesia, bisa gak? Paling mentok gudeg dari Jogja setelah itu blank. Bagaimana dengan Aceh, Lampung, atau Jakarta?

Bagi para pecinta kuliner, rasa penasaran dan ingin tahu yang besar bisa lebih bermanfaat jika kita mendokumentasikan. Dokumentasi membuat orang lain tahu, juga belajar, dan yang akhirnya ikut mendokumentasikan. Kan gak asik kalau ada bule yang tanya makanan khas Lampung, dan kita sebagai orang Lampung tidak bisa menjelaskan bagaimana cara nyeruit.

Dokumentasi berguna tidak hanya untuk pribadi, pada akhirnya jika dokumentasi itu dibagi maka akan banyak pihak yang terbantu. Orang-orang yang suka kuliner, yang mau mempopulerkan kuliner Indonesia, dan yang akan melestarikan kuliner Indonesia sebagai warisan untuk generasi selanjutnya.

Ayah Dian Kelana mulai melirik food photography
2.  Food Review

Ada kebiasaan baru semenjak media sosial seperti Facebook, Twitter, atau Path booming di dunia. Kita selalu menyempatkan mengambil foto sebelum melahap makanan atau selfie saat sampai di tempat wisata. Mengabadikan momen-momen yang terjadi di setiap saat.

Review singkat berupa komentar juga menyertai di bawah foto-foto tersebut. Informasi-informasi yang tidak terlalu detil tetapi penting.

"Nongkrong di daerah puncak nih, lupa bawa jas ujan. Kuyup deh."

Kita jadi tahu kalau hendak ke puncak perlu siapin jas hujan atau teman-temannya.

Untuk kuliner, kita biasa membaca atau menonton food review. Jalan-jalan lalu mencoba makanan, mengulik sedikit rahasia dapurnya, lalu memberikan komentar-komentar. Komentar tentang rasa, tekstur, dan informasi-informasi tambahan yang unik. Food review ini bukan perkara mudah. Kita tidak boleh asal saja, harus tetap menggunakan bahasa yang positif. No food critics. Selain itu, saat ada di lokasi kita harus memaksimalkan diri untuk mengulik informasi. Buat yang kurang suka mencatat bisa menggunakan alat perekam.

Warisan kuliner Indonesia, banyak dan belum semua didokumentasikan. Apakah kita rela semua keunikan itu, hilang tanpa kita pernah mencoba. Berangkat dari kecintaan akan kuliner Indonesia dan semangat untuk melestarikan itulah, Mas Arie Parikesit mengajak kita untuk mulai mencari tahu dan satu-persatu mendokumentasikan. Tetap lestari dan bisa dinikmati hingga generasi selanjutnya.

3. Jeda Makan Siang

Kecap Bango dipegang kuat biar gak direbut Emak
Sebelum praktek, kita jeda makan siang. Ada konro bakar saus madu, iga penyet, ayam penyet, dan yang gak boleh tertinggal adalah tahu tempe.
Makan siang yang dinikmati Gembul, enakkk ^_^

Selama jeda makan siang, teman-teman secara bergantian memotret makan siang yang nantinya dijadikan review. Review dimasukkan ke dalam aplikasi Bango Warisan Kuliner. Aplikasi diunduh gratis.

Saat membuka aplikasi kita akan menemui pilihan kuliner terdekat, berbagi kuliner dan jajanan spesial.
  • Kuliner terdekat menunjukkan peta yang jika kita ketik alamat warung makan di kolom 'search' maka peta akan langsung menunjukkan tempatnya.
  • Berbagi kuliner adalah tombol kamera untuk kita memotret makanan lalu bisa di-upload lalu review
  • Jajanan Spesial adalah menu yang berisi daftar makanan rekomendasi yang berisi review dan juga alamat. Kita bisa klik 'tunjukkan jalan' jika ingin ke sana tetapi tidak tahu jalan

Aplikasi Bango Warisan Kuliner

Review-review makanan nanti akan dikumpulkan dan diundi sebagai pemenang Duta Kuliner untuk 10 orang pengguna aplikasi Warisan Kuliner teraktif.  Pemenangnya akan jalan-jalan kuliner ke Jogja dan menjadi tamu kehormatan Festival Jajanan Bango di Jogja. 


game: tebak nama makanan sebagai pemanasan untuk review

4. Praktek memotret makanan dan review
Konro Bakar Saus Madu, Menu Andalan Warung Tekko
Warung Tekko, @ Sunter Icon Apartment - Sunter Icon Food Point, Jl Griya Sejahtera No. 1, Kemayoran, Jakarta Utara 
  • Konro Bakar Saus Madu: menu andalan ini begitu menggoda pada pandangan pertama.
  • Iga penyet: iganya empuk hingga langsung lepas dari tulangnya bila digigit
  • Ayam penyet:  daging ayamnya empuk buat yang tidak terlalu suka asin, lebih baik memilih menu lain yang rasa manisnya lebih dominan.
  • Tahu tempe penyet: Gara suka apalagi ditambah kecap Bango 


Tambah ilmu, tambah pengalaman: SUKA!

Note: Terima Kasih buat Mba Haya Aliya Zaki untuk undangannya.

Selingkuh dengan Gadget

Dari KBBI Daring, gadget atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan gawai adalah peranti elektronik atau mekanik dengan fungsi praktis. Bisa laptop, telepon seluler (ponsel), atau modem USB.

Gadget bersifat mudah dibawa kemana pun sehingga bisa dipakai kapan saja kita membutuhkan. Itulah kenapa saat ini ketika gadget berkembang dan mulai mengambil alih peran, seolah gadget membenarkan jargon: mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.

"Kalau sudah baca komik di hp, mana ingat dia sama istri atau anak-anaknya," protes istri melalui status di media sosial.


Membaca komik kesukaan sekarang sudah bisa dalam genggaman tangan. 
Telah menjadi pemandangan yang biasa saat ini ketika menunggu makanan disajikan di restoran, semua anggota keluarga sibuk dengan gadget masing-masing. Komunikasi langsung yang terlupakan. Tidak ada lagi celoteh anak-anak tentang kegiatan apa saja yang dilakukan di sekolah, curhat suami tentang proyek barunya, atau diskusi keluarga untuk rencana piknik tahunan. 

"Istriku kalau sudah nonton drama korea, alamat rumah gak keurus deh."


Salah siapa? Pemain drama korea atau yang nonton?
Pernah menggerutu atau bahkan menegur pasangan secara langsung? Ketika melihat mereka konsentrasi penuh di depan gadget masing-masing. Rumah berantakan, anak tak terurus, bahkan makanan atau minuman sambutan saat pulang kerja tidak ada di meja.

Ketegangan demi ketegangan terjadi. Gadget mengambil alih peran istri atau suami sebagai teman ngobrol, penghibur, mungkin hingga kepuasan hubungan emosional.

"Selingkuh dengan gadget? Iya lah. Bangun tidur yang dicariin ponsel, pulang kerja yang dipegang tablet, dan mau tidur pun yang dibuka dulu laptop. Awalnya gak masalah. Eh lama-lama kok dunia kaya milik dia dan gadgetnya, aku ngontrak aja tuh".

***
Selingkuh itu mengundang. Bagaimana tidak? Ketidakpuasan kita dengan apa yang kita miliki membuat kita menuntut lebih. Baik pada diri, orang lain, hingga lingkungan di sekitar kita. Tanpa disadari tuntutan-tuntutan tidak masuk akal mulai memperkuat niat kita menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan diri.

Gadget membuat komunikasi antara suami dan istri terganggu.

"Mah, kok tagihan kartu kredit membengkak ya? Kamu belanja apa aja pas harbolnas?" tanya suami masih dengan membelai layar sentuh ponsel pintarnya.
"Gak banyak kok Pah. Hanya sepuluh buku dan satu Apel keluaran terbaru," sahut istri santai sambil meneruskan memasukkan baju-baju diskon incarannya ke keranjang virtual.

Suami menganggap istri boros, istri berpikir suami pelit. Tidak ada komunikasi efektif yang terjalin. Apabila tidak ditangani segera maka perselingkuhan tersebut bisa merusak keharmonisan rumah tangga.

"Ya sudah, nikah saja dengan ponselmu! Kan kamu bilang aku gak becus dalam mengurus rumah."

Perselingkuhan ini membahayakan. Ponsel membuat waktu fokus kepada keluarga berkurang, prioritas berubah, dan mulai muncul konflik-konflik yang tak terselesaikan.

***

Anak-anak zaman sekarang, generasi dengan teknologi yang berkembang pesat, tentu jadi sebuah tantangan tersendiri agar bisa mendidik mereka sesuai zamannya. Belajar melalui YouTube, mencari informasi melalui Google, hingga aplikasi-aplikasi yang harus di-download demi kemudahan.

Banyak kecanduan-kecanduan teknologi yang diceritakan oleh orangtua menyerang anak-anak. Belum ada solusi karena orangtua sendiri masih terhanyut dalam hubungan indah dengan gadget. Tidak pernah ngomel, ngambek, dan kalau rusak ya tinggal beli lagi.


"Cita-citaku pengen jadi hp."

Bisa jadi cita-cita itulah yang akan dimasukkan anak-anak kita ke dalam buku impiannya. Buat apa repot-repot menjadi dokter kalau ternyata ibu dan ayah lebih cinta ponselnya.

Terus bagaimana cara kita bisa kembali ke jalur yang sesuai?

^Dengarkan pendapat anak atau orang terdekat

Titik balik orangtua mungkin melalui anak-anak.

"Kok ibu lihat hp terus sih. Sini main sama mamas sama dedek!"

"Ayah kalau lagi main hp pasti gak mau dengerin aku."

Bila ternyata ada pekerjaan yang memang harus segera diselesaikan sebaiknya kita meminta izin atau berkompromi dengan anak atau pasangan. Bicarakan dan temukan solusi agar anak atau pasangan tidak merasa diselingkuhi.


^ Saling mengingatkan saat pasangan baik itu suami maupun istri terlihat terlalu fokus dengan gadget saat sedang bermain dengan anak

Mintalah dengan nada yang lembut untuk meletakkan gadget dan fokus dengan yang sedang dilakukan. Misalnya sudah waktunya bermain dengan anak, ya ingatkan untuk memberikan perhatian penuh tanpa terbagi dengan apapun.

^Sepakati jadwal bersama

Sebaiknya suami istri memiliki kesepakatan tentang jadwal untuk bisa saling memahami. Apabila sudah memiliki anak maka suami istri bisa melibatkan anak dalam pembuatan jadwal agar waktu keluarga bisa lebih berkualitas.

Biasanya anak-anak jauh lebih bisa disiplin. Anak-anak lebih sering berperan sebagai polisi untuk mengingatkan, meminta gadget kita lalu meletakkan di tempat seharusnya. Namun ada juga anak yang langsung membanting gadget kita begitu tahu kita tidak memberikan perhatian penuh padanya. Gadget rusak, hubungan dengan anak pun bisa memburuk. Jadi segeralah patuhi jadwal jika sudah disepakati bersama.

^Sadari bahwa gadget untuk memudahkan kita bukan kita yang diperbudak oleh gadget


Pada mulanya pasti bertujuan mempermudah pekerjaan. Namun lama kelamaan karena keberadaannya yang selalu ada dekat dengan kita maka jadi terbiasa kemudian berlebihan hingga kecanduan.

Tentu saja butuh kesadaran yang utuh dan penuh agar kita bisa mengelola diri, mengatur waktu, dan menentukan prioritas. Kapan saat yang tepat untuk ber-gadget ria, kapan pula harus hadir utuh dan penuh di keluarga.

^Jika kita bisa pasang timer untuk anak kenapa ke diri sendiri tidak?

Ingat anak mencontoh orangtua jadi sebaiknya beri contoh yang baik dan benar.

***

Selingkuh itu tidak berarti kamu harus mencium, bertemu, atau bercinta dengan orang lain. Hanya dengan mengabaikan orang yang kamu sayang saja, kamu sudah berada di tahap curang. (Anonim)

Tulis ulang dari 352 ke 811 untuk tema selingkuh Ruang Menulis

BELAJAR HENING, TAK HARUS SEPI

Hadiah tantangan 2 dari grup #funblogging adalah ketemu mas Adjie Silarus. Seorang praktisi MindFullness, Sadar Penuh Hadir Utuh. Kami bisa curhat tentang emosi-emosi yang sedang dirasakan saat ini. Sekaligus bisa belajar bagaimana cara mengolah emosi negatif menjadi positif. Merasa bersyukur karena hampir saja memutuskan tidak hadir karena badmood yang menyapa.

Buat teman-teman yang sudah menang tantangan tetapi berhalangan hadir, semoga artikel ini bisa memberikan gambaran tentang belajar hening bersama mas Adjie Silarus.

 1. Sesi Curhat
Sesi belajar hening bersama Mas Adjie Silarus diawali dengan penjelasan tentang kehidupan kita yang sangat cepat. Banyak hal yang dilakukan dan diinginkan hingga kita lupa sisi being (yin) kita. Lebih mengedepankan sisi doing(yang) kita. Doing (yang) terlalu berambisi, ingin semua serba cepat, dan jika mampu kita bisa mendapatkan apa saja yang kita inginkan. Lalu dari ketidakseimbangan itulah muncul masalah-masalah yang membuat kita tidak menikmati hidup, stres berat dan gangguan mood.
Jika tidak disikapi dengan tepat maka bisa berakibat pada keinginan kuat untuk mengakhiri hidup. Seperti halnya fenomena yang dewasa ini acap kali ditemukan. Artis sangat terkenal, pengusaha kaya raya, atau ibu rumah tangga sukses yang ditemukan bunuh diri. Kok bisa? Mereka kan terkenal, kaya, sukses pula. Bagaimana bisa mereka memutuskan untuk mengakhiri hidup?

Tentu saja kita harus menyeimbangkan sisi being (yin) dan juga sisi doing (yang) milik kita. Penjelasan tentang apa itu  being (yin) dan doing (yang), ada di bawah ini.


 

Banyak pertanyaan yang muncul setelah mas Adjie Silarus menjelaskan pentingnya menyeimbangkan sisi being (yin) dan sisi doing (yang). Sayangnya karena tidak ada catatan atau rekaman, aku masukkan yang aku ingat saja ya. 
- Jika kita sudah belajar hening, apakah kita tidak boleh punya ambisi?
Tentu saja boleh tetapi kembali lagi bagaimana cara kita untuk tidak tergesa agar ambisi kita bisa jadi hal yang tepat untuk kita dapatkan.

-Bagaimana cara kita konsisten setelah memilih untuk belajar hening?
Dengan cara menikmati proses. Tidak terlalu mengharapkan hasil. Jika kita nothing to lose maka dengan sendirinya kita lebih menikmati apapun keputusan yang sudah kita ambil. Jangan selalu membenci setiap keputusan yang sudah kita putuskan sendiri.

-Saya stres tetapi tidak bisa curhat ke orang?
Orang introvert tidak bisa dipaksa untuk lebih terbuka ke orang lain. Namun tidak ada salahnya mencoba. Jika memang tidak bisa curhat ke orang, bisa mencoba curhat melalui tulisan. Berbagi emosi-emosi kita ke orang lain berarti kita bisa mengurangi beban yang berpotensi membuat stres.

-Saya sering dicurhati lalu terlalu larut dalam curhat seorang teman, apa yang harus saya lakukan akan bisa kembali menikmati hidup?
Luangkan waktu untuk meletakkan kedua kaki atau tangan di tanah. Menjejak ke tanah. Jangan lupa meminta maaf ke ibu pertiwi karena kita menyalurkan energi negatif kita dan menyerap energi positif dari alam atau ibu pertiwi.
Dekat dengan alam membuat kita lebih bersyukur dan rasa syukur memberikan ketenangan. Ketenangan membuat kita bisa menikmati hidup kita kembali.

-Social Media Anxiety Disorder, bagaimana cara saya menghindari penyakit itu?
Social Media Anxiety Disorder adalah penyakit yang membuat kita khawatir saat kita tidak segera mengecek notifikasi-notifikasi facebook, twitter, email, whatsapp grup, dan akun-akun sosial media yang berhubungan dengan keseharian kita. Akhirnya kita kemana-mana tidak bisa jauh dari gadget kita.
Agar kita terlepas dari kekhawatiran dan memiliki waktu yang lebih berkualitas dengan orang-orang yang kita cintai  maka harus dibuat jadwal. Dari jam berapa sampai jam berapa kita mengecek semua notifikasi tersebut. Di luar waktu-waktu itu, kita bisa memaksimalkan waktu untuk diri sendiri dan orang-orang yang kita cintai.

-Saya ingin bisa belajar melepaskan, bagaimana caranya?
Belajarlah dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Seperti halnya kebiasaan, 1 book out 1 book in. Jika kita mau beli satu buku baru maka harus ada satu buku yang diberikan ke orang lain.
Setelah itu tanamkan pikiran bahwa tidak akan rugi jika kita berbagi. Perubahan pola pikir akan membuat kita lebih mudah untuk melepaskan.

-Mas Adjie, saya punya teman dekat yang membuat saya nyaman. Saya takut jika suatu saat dia pergi, bagaimana dengan saya?
Tidak ada satupun hal di dunia ini yang kekal. Kita akan lebih tegar menghadapi kenyataan-kenyataan pahit seperti kehilangan jika kita tahu bahwa semua itu tidak abadi.

-Apakah kita harus berada di tempat yang sepi untuk belajar hening?
Tidak harus, belajar hening bisa dilakukan di mana saja. Saat menunggu, saat KRL penuh sesak kita bisa belajar hening. Menikmati setiap hembusan napas, bersyukur untuk setiap hal yang kita miliki. Saat ini, ya hembusan napas kita.



2. Sesi Meditasi
Sepuluh menit terakhir, mas Adjie Silarus mengajak kami untuk berlatih meditasi. Salah satu cara untuk belajar hening, merasakan tarikan dan hembusan napas kita sendiri. Diiringi musik yang menenangkan. Duduk dengan posisi senyaman mungkin, mulai menutup mata. Jika merasa ngantuk yang luar biasa (seperti yang aku rasakan, hihihi), mas Adjie Silarus membimbing agar kita bisa mengontrol pikiran kita sendiri. Menahan secara bertahap rasa kantuk yang menyerang. Setelah itu, meletakkan tangan kanan di perut dan tangan kiri tetap di paha untuk merasakan keluar masuknya udara. Kami melakukan pernapasan perut. Saat menarik napas, perut diupayakan mengembang dengan maksimal. Ketika menghembuskan napas, perut dikempiskan hingga sekempis mungkin.
"Ada beberapa teman yang masih menarik napas secara terburu-buru," kata mas Adjie mengingatkan.
"Lakukan perlahan, nikmatilah keluar masuknya napas. Bersyukur kita masih diberi napas hingga hari ini," mas Adjie membimbing dengan sabar.
"Jika ada pikiran yang berkelana menyesali masa lalu, tarik kembali ke masa kini. Jika ada pikiran yang jalan-jalan ke masa depan, ingatkan dia untuk pulang ke masa kini."
Kami berkonsentrasi dengan napas kami. Napas yang masuk. Napas yang keluar. Saat ini. Bukan kemarin. Bukan juga besok. Sekarang, sadar penuh hadir utuh di sini.

Terima kasih mas Adjie Silarus dan tim SukhaCitta yang telah menyambut kami dengan penuh kehangatan. Kami pulang dengan hati senang dan riang. Plooong rasanya, siap menghadapi hari baru yang penuh rasa syukur. Semoga bisa ketemu lagi lain waktu. Belajar hening lagi. Terapi aura lagi. Aura positif tentu saja.


AKU BISA KARENA TERPAKSA

Terpaksa. Membuat seseorang terbangun dari zona nyaman. Zona yang merupakan rangkaian aktivitas yang berulang lalu menimbulkan kebosanan. Sungguh kata ‘terpaksa’ membuat hidup seseorang memiliki dinamika. Ada naik turunnya.
Masuk ke jurusan pendidikan bahasa Inggris di Universitas Negeri Semarang adalah paksaan. Awalnya aku ingin masuk jurusan psikologi. Namun karena semasa SMA jurusanku adalah bahasa maka ibuku bersikukuh bahwa jurusan bahasa Inggris adalah yang paling tepat. Aku menjalani masa empat tahun dengan sukses. Tepat waktu. Karena apa? Terpaksa membuat aku akhirnya menempuh apa yang sudah ada digenggaman. No other possible choice. Take it or leave it!
Skripsi adalah keterpaksaan yang membuat aku merasa jadi manusia yang paling kuat di dunia. Bayangkan saja, aku yang biasa tidur dua belas jam sehari tiba-tiba bisa tidur hanya dua sampai empat jam sehari demi kertas-kertas ratusan lembar yang harus selesai setiap paginya agar dapat ikut bimbingan. Antrian yang mengular setiap pagi, coretan dosen sebagai tanda revisi, dan di depan laptop untuk waktu yang tak berbatas. Setelah semua berakhir, aku tersadar. Jika aku tak memaksa diriku maka tidak akan ada gelar S.Pd di belakang namaku. Aku tak akan dengan bangga bercerita kepada adikku bahwa aku lulus tepat waktu. Aku juga tak akan bisa memberi motivasi adikku untuk lulus lebih cepat.
Jika hidup menawarkan pilihan maka tidak ada salahnya kita salah pilih. Karena dari kesalahan itulah kita belajar untuk menghargai diri sendiri. Memaksa kita untuk mengingat bahwa jika sudah memilih maka kita harus siap dengan segala keruwetan, kerempongan, keriwehan yang ditimbulkan dari pilihan kita.
Dulu aku tak suka anak-anak. Namun karena terpaksa aku bisa menjalani dua tahun yang penuh perjuangan mengajar anak-anak di taman kanak-kanak Bukit Aksara. Aneh tapi nyata. Berawal dari rasa terpaksa, berproses. Lalu ada satu titik dimana aku sangat menikmati ada di sekitar mereka. Menjadi idola, menjadi panutan dan selalu ditelepon pagi-pagi hanya untuk menanyakan seragam warna apa yang dipakai hai ini. Sungguh waktu memang selalu bisa memberi kejutan yang tak disangka.
Sungguh apabila kita jeli, kita bisa melihat bahwa keterpaksaan membawa hasil yang bagus. Kita jadi berani mengambil resiko terkadang tanpa memikirkan apa hasil atau tantangan yang akan kita hadapi.   

Mainan Anak, Kasih Sayang atau Persaingan


Semenjak menjadi ibu rumah tangga, waktu aku habiskan bersama anak selama 24 jam penuh.

Waktu untuk bersosialisasi atau keluar dari rumah mengikuti jam makan anak. Jam setengah 7 pagi untuk sarapan, jam 11 untuk makan siang, dan jam 3 adalah makan sore. Waktu bersosialisasi adalah saat anakku berinteraksi dan bermain dengan anak-anak tetangga. Sementara aku, ngerumpi bareng emak-emak.

Tema pembicaraan kami campur aduk. Dari membandingkan perkembangan anak-anak, mainan apa yang seharusnya dibeli, dan kadang ngelantur ke harga emas yang merangkak naik.

Obrolan kami terhenti saat anak-anak kami mulai menangis. Berebut mainan. Mainan motor matic yang masih baru.

"Sudah, gak usah menangis. Nanti minta ayah beliin."

"Iya minta beliin ayahmu aja, murah kok. Gak sampe jual mobil."

"Pasti ayah beliin lah. Kan ayahmu sayang banget ama kamu."

Aku merasa tertampar. Sayang? Itukah ukuran sayang? Membelikan mainan yang anak mau.

motor mainan
"Nih motormu baru jadi gak usah rebutan lagi ya. Kamu pake punyamu, dia pake punya dia."

Anakku Gara menangis sejadi-jadinya. Semua teman makan siangnya sudah punya motor mainan. Dia sendiri saja yang belum.

Ada rasa sedih yang menyesakkan dadaku. Aku sayang anakku. Aku ingin yang terbaik untuknya. 

Rasa sedih berubah jadi marah, aku dan suami sanggup kok membeli sepeda motor matic mainan itu. Jika hanya untuk memuaskan ego semata, kami sanggup mengikuti persaingan sengit ini. Persaingan membelikan mainan yang dimiliki teman-teman Gara. Apa yang teman-teman Gara punya, Gara juga punya.

Lalu apa yang didapat Gara? Iya dia berhenti menangis tetapi setelah itu dia tahu bahwa untuk mendapatkan sesuatu, dia cukup menangis. Aku tidak mau seperti itu. 

Aku biarkan Gara menangis. Setelah lelah aku peluk dia.

"Nak, ambil mobil-mobilan Gara aja yuk. Bisa gantian nanti sama adek. Adek pake mobil Gara, Gara pinjam motor adek. Gimana?"

Gara menjawab dengan anggukan lemah, aku senang. Satu sisi bisa mengalahkan egoku dan di sisi lain anakku belajar banyak hal. Bahwa menangis tidak membuatnya dapat apa yang diinginkan. Dia juga belajar tidak semua hal bisa dimiliki. Selain itu dia belajar meminjam dan berbagi dengan orang lain.

Gara dengan mobil mainannya

Belajar berbagi


Jika hanya menuruti ego maka kita pasti akan memetik bintang sebagai tanda sayang.

Persaingan kadang memang untuk kemenangan. Namun, setelah menang, rasa apa yang tertinggal? Semoga bukan kehampaan.

Guru TK, Jangan Hanya Sabar!

"Pekerjaannya apa mba?"
"Oh saya guru TK ibu,"
"Wah, pasti sabar banget ya mbanya ini."

Saat itu, Aku baru lulus kuliah jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Sebagai fresh graduate, Aku mencoba melamar ke beberapa sekolah. Diterima di sekolah nasional plus di Semarang. Sekolah untuk anak usia dini mulai dari toddler hingga TK B. Sekolah ini mengajarkan bahasa Inggris untuk anak-anak usia 2 sampai 6 tahun. Bagaimana caranya? Ya melalui instruksi sehari-hari, sapaan yang biasa digunakan, dan kosakata-kosakata baru yang dekat dengan keseharian anak-anak.

Awalnya Aku berpikir, sabar adalah kuncinya. Jika Aku sabar maka, semua akan berjalan dengan baik. Ups, hari-hari berjalan. Kesabaranku semakin menipis. Anak-anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Mereka punya pola pikirnya sendiri. Begitu susah saat kita tidak memahami dan mengerti bagaimana karakter mereka lalu kita dituntut untuk belajar bersama mereka. Hampir setiap hari, rasanya mata ini mau lepas. Ada yang menangis, ada yang mengompol, dan paling menyesakkan adalah yang buang air besar di celana. Kesabaranku ternyata terbatas. Mataku melotot dan anak didikku menangis sejadi-jadinya karena takut.

Siang hari setelah semua kelas, Aku dipanggil kepala sekolah untuk diajak bicara.
"Miss Apik, kalau mengajar anak-anak tidak bisa hanya sabar. Miss Apik harus tahu ilmunya. Ilmu tentang anak-anak. Jika sudah tahu ilmunya maka Miss Apik akan tahu bagaimana caranya merespon mereka."


Ketika kuliah dulu, Aku mendapatkan mata kuliah English for Young Learners tetapi pada praktiknya aku harus banyak belajar lagi. Membaca buku-buku lalu praktik. Agar bisa lebih memahami karakter anak-anak lalu bagaimana mereka berkembang dan bagaimana cara merespon.

Tabel-tabel perkembangan harus dipelajari dan dipraktikkan.

http://3.bp.blogspot.com/-Vol9oQMohlw/TYdjhOopyeI/AAAAAAAAAOs/eSeBQv4dOcg/s1600/Fase-Perkembangan-Anak-3.jpg





Buku lama yang aku jadikan pedoman
Mungkin, banyak orang yang bilang kalau sabar itu tidak ada batasnya. Memang sabar tidak ada batasnya tetapi manusia itu sendiri yang terbatas. Aku sendiri, bukan orang yang sabar. Ditambah lagi, ada masa lalu yang membuat Aku sering terserang gangguan mood. Maka dari itu, ilmu itulah yang membuat Aku bertahan. Ilmu menjadikan Aku tahu. Pengetahuan yang menuntun Aku untuk lebih memahami anak-anak. Pengetahuan itu juga yang memperpanjang masa sabar Aku jika sudah habis masa aktifnya. Aku belajar selama 3 tahun sebagai guru TK. Banyak ilmu yang bermanfaat tentang mendidik anak dan bagaimana menjadi orang tua yang aserftif. Ilmu ini juga yang akan Aku praktikkan saat ini untuk belajar memamahi anakku, Gian Segara Abhipraya.

Jadi paradigma bahwa untuk jadi guru TK harus orang yang sabar terpatahkan. Selalu belajar, menambah ilmu dan juga pengalaman akan membuat kita sebagai guru bisa menempatkan kesabaran pada tempat yang tepat.