Ada banyak kata yang terangkai di angan-angan dan ingin segera dituliskan.
"Nanti saja."
"Sebentar lagi."
"Temani anakmu bermain."
"Memasak dulu, sebentar lagi Suami pulang."
"Catat saja di hape."
"Ah nanti juga muncul lagi, tenang aja."
"Ayo sudah tanggal satu, katanya mau mulai nulis."
"Ah besok juga masih sempat."
"Baru hari senin."
Akhirnya tidak ada satu katapun yang terekam. Semua hilang dan musnah begitu
saja. Bagaimana dengan ide-ide yang ajaib dan luar binasa itu? Aaarrrggghhh,
kepulan asap kemarahan menandakan tak satupun ide dapat didokumentasikan dengan
baik.
Anehnya semua terus berulang dan berulang karena aku berpikiran pada
akhirnya aku akan menyelesaikannya tepat waktu atau sesuai deadline. Padahal ada deadline yang terselesaikan di dunia nyataku.
Aku hanya berkhayal jika aku bisa menyelesaikannya.
Ketika aku punya rancangan apa saja kegiatan yang akan aku lakukan hari ini,
tiba-tiba muncul banyak alasan sehingga semua yang sudah aku rencanakan menguap
tanpa ada yang berhasil dilakukan. Itu membuatku marah dan tidak nyenyak tidur.
Cepat marah dan berenergi negatif.
Namun pada waktu aku hanya memasukkan jawaban menunda pada setiap ide yang
muncul di benakku, entah kenapa aku jadi punya energi untuk melakukannya. Membiarkan
semua kata yang sesak di otak keluar. Kata-kata yang selalu mengganggu dan
membuatku tak bisa tidur nyenyak saat dia tidak dituliskan.
“Menundalah terus!”. Itulah perintah
yang akhirnya muncul di kepalaku setelah aku membaca beberapa bab buku ‘Never
Say Later’ yang ditulis Monica Ramirez Basco, PH.D. Semakin ingin aku ikuti
perintah itu, entah kenapa aku membuka laptop dan mulai menuliskan kata-kata
yang muncul. Mengalir dan tanpa terasa telah jadi satu halaman penuh. Tanpa
jeda, tanpa gangguan, tanpa alasan apapun yang bisa membuatku menunda.
Aku memang sedang melakukan terapi. Terapi menulis agar kebiasaan menundaku
yang parah bisa sedikit berkurang. Terapi menulis aku gunakan juga untuk
mengurangi kata-kata yang berjejalan di otak. Kata-kata yang tidak membiarkan
aku tidur nyenyak jika belum dituliskan atau diketikkan.
“Untuk mencuci baju kita pasti
menemukan pemicu yang membuat kita akhirnya menyalakan mesin cuci. Ya kalau gak
karena sudah tidak ada baju bersih yang dipakai berarti semua baju telah
menumpuk di atas mesin cuci sehingga mau tak mau kita mencuci. Lalu kalau menulis,
apa yang bisa jadi pemicu?”
Berarti aku harus menemukan sebenar-benar pemicu atau alasan yang kuat untuk
bisa konsisten menulis.
Kalau begitu, menundalah terus!! Menerapkan ‘Hari Kebalikan’ ala Spongebob.
Menunda artinya melakukan semua yang ada di daftar kegiatan. Melakukan kegiatan
artinya menunda.
Entah sampai kapan trik ini akan konsisten, yang jelas aku tak akan berhenti
berusaha untuk membentuk kebiasaan menulisku. Doakan aku berhasil. Aminnnn!
(411)Maaf harus mengatakan seperti ini, tetapi jika kamu selalu gagal menyelesaikan tulisan, buat saya sederhana saja. Kamu tidak seingin itu menjadi penulis. Semua kendala yang kamu bisa utarakan, jangan dikira tak dialami penulis lain, jika mereka bisa mengatasinya, kenapa kamu tidak? #noexcuse!(Asma Nadia)
Tidak ada komentar