[Komentar Apik] Tak Sempurna Tetapi Bahagia

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2013/10/1380600046607958447.jpg

Judul       :  I’m (Not) Perfect — Walaupun Tidak Sempurna, Perempuan Tetap Bisa Bahagia
Penulis    :  Dian Kristiani

Genre      :  Non-Fiksi/ Inspirasional
Penerbit   :  Gramedia Pustaka Utama
Tahun      :   2013
Halaman  :  153 halaman
Harga      :   Rp 38.000,-

Baca-Selesai: 28-29 April 2014

              Dunia ibu rumah tangga adalah dunia kejam, lebih kejam dari ibu kota bahkan ibu tiri sekalipun. Sebagai ibu baru, aku paham betul bagaimana pandangan sadis para ibu senior yang menjejaliku banyak pemahaman bahwa aku ibu jahat yang tega membiarkan anaknya kelaparan demi enam bulan ASI esklusif. Aku ibu yang super duper pelit karena tidak mau membelikan bubur instant termahal untuk mengenyangkan perut anaknya. Para ibu senior merasa lebih tahu kalau anak harus diberi tambahan makanan kalau sudah berumur tiga bulan. ASI saja tidak cukup mengenyangkan.

“... Kupikir aku tak perlu membebaninya dengan tambahan-tambahan ‘ilmu’ atau ‘informasi’ yang aku sendiri nggak tahu pasti.” (halaman 99)

Kutipan itulah yang membuatku berpikir untuk mempercayai instingku sebagai seorang ibu. Sebanyak apapun pengalaman mereka mengurus anak, yang tahu pasti kondisi anakku ya aku ibunya. Asal aku mencukupkan pengetahuanku akan masalah-masalah yang mungkin terjadi, aku tak perlu melakukan semua yang disarankan para senior itu.Mungkin kasusnya sama-sama batuk pilek tetapi belum tentu obat yang mereka minumkan ke anak mereka cocok dengan tubuh anakku.

Buku I’m (Not) Perfect — Walaupun Tidak Sempurna, Perempuan Tetap Bisa Bahagia yang ditulis mba Dian Kristiani ini sangat membantu disaat keadaan di lingkungan kontrakanku berubah menjadi ladang pembantaian karakter.

“Bergunjing di belakangku, membuatku nelangsa. Ternyata pertemanan kami palsu.” (halaman 101)

Itulah kenapa sekarang aku begitu memahami betapa stres dan tertekannya para wanita yang terbiasa kerja dari jam 9 pagi  sampai jam 5 sore lalu mereka harus berjuang menghadapi gunjingan dan tekanan dari jam 5 pagi sampai jam 9 malam. Mereka dikritik untuk ketidakmampuan mereka mengurus rumah tangga karena mereka terbiasa duduk dibalik komputer. Mereka dibedakan dari ibu rumah tangga yang sejak awal bekerja sebagai ibu rumah tangga. Mereka dihakimi hanya karena kurang sabar dan telaten. Maaf aku salah, harusnya aku menggunakan kata ‘aku’ pada kalimat dibedakan dan dihakimi. Pastinya ibu bekerja di luar sana lebih beruntung dari emak sensi ini dalam hal menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan jabatan barunya sebagai ibu rumah tangga.

            Aku tahu aku adalah istri yang jauh dari senpurna. Terkadang rumah masih berantakan laksana kapal diterjang badai saat suami pulang dengan lelah dari kantor atau cucian baju untuk dipakai Senin masih menumpuk kotor hingga Selasa. Namun aku selalu berusaha untuk belajar dan terus belajar. Dan yang berhak menilai aku sabar, telaten ataupun baik sebagai istri dan ibu adalah suami serta anakku nantinya kalau dia sudah bisa ngomong dan protes. Bukan tetangga yang hanya melihat dari luar dan sekilas saja.

Kata-kata terakhir dari buku ini yang membuatku membatin, “Aku banget!”  sambil tersenyum lebar adalah:

“Jadi, kenapa pusing dengan penilaian orang lain terhadap kita? Cuek aja deh, as long as we are happy!” (halaman 141)

2 komentar

  1. “Jadi, kenapa pusing dengan penilaian orang lain terhadap kita? Cuek aja deh, as long as we are happy!” >>>> Setuju mak....

    BalasHapus
  2. Huaaa *peluk*

    Sabar ya, memang begitulah dunia wanita. Sesekali kejam, tapi percaya deh. Masih banyak yang berempati dan santun ^^

    BalasHapus